Abstrak
Setiap orang secara fitrahnya tentu akan menjadi
tua. Psikologi perkembangan pada usia lanjut itu berwuju pada kematangan emosi
dan penerimaan diri diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kematangan emosi
berkorelasi positif dengan penerimaan diri. Semakin tinggi kematangan emosi
maka semakin tinggi pula peneriman diri, dan sebaliknya semakin rendah
kematangan emosi maka semakin rendah pula peneriman dirinya.
Penerimaan diri pada penelitian ini dikaitkan
dengan kematangan emosi karena emosi mewarnai perilaku manusia, dan emosi
muncul sebagai reaksi-reaksi terhadap kejadian yang memiliki arti. Lebih jauh,
dikatakan bahwa emosi adalah keadaan perasaan yang telah begitu melampaui batas
sehingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya dapat terganggu. Individu
lanjut usia akan banyak menghadapi perubahan berkaitan dengan usianya yang
semakin lanjut, oleh karenanya bagi individu yang tidak dapat menerima
perubahan tersebut akan menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk
menghadapinya.
Oleh karena itu, semakin tinggi kematangan emosi
individu lanjut usia maka akan semakin tinggi penerimaan diri individu, dan
semakin rendah kematangan emosi individu lanjut usia maka akan semakin rendah
juga penerimaan dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki
penerimaan terhadap kondisi penuaannya dengan baik karena subjek penelitian
memiliki kematangan emosi yang baik.
Kata kunci: Psikologi,
Perkembangan, Lanjut Usia, emosi, Mental, Jiwa
Masa
dewasa akhir disebut juga masa penutupan dalam rentang hidup pada seseorang,
dimana masa ini bisa dikatakan masa yang beranjak jauh dari kehidupan / masa
sebelumnya. Dalam pandangan psikologi masa tua atau lansia memiliki umur
sekitar 60 sampai meninggal, dimana pada usia ini terjadi penurunan kekuatan
fisik, dan penurunan daya ingat seseorang. Masa dewasa akhir ini merupakan proses
perubahan menjadi tua atau dalam istilah lain disebut “senescence”. Proses
perubahan ini dialami dengan berubanya fisik dan juga psikis pada seseorang.
Dalam
rentang kehidupannya manusia akan melewati beberapa tahap perkembangan, mulai
dari kelahiran, masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, usia lanjut dan
berakhir dengan datangnya kematian. Masa kelahiran adalah saat individu lahir,
dua minggu setelah kelahirannya individu memasuki masa bayi. Masa kanak-kanak
dimulai pada usia dua tahun. Masa remaja dimulai pada usia 13 tahun. Masa
dewasa dibagi menjadi dewasa dini ( 21-30 tahun), dan dewasa akhir (40-60)
tahun. Masa usia lanjut dimulai saat seseorang memasuki usia 60 tahun
(Hurlock,2000).
Hurlock
juga mengemukakan bahwa usia lanjut dibagi menjadi usia lanjut dini (60-70
tahun) dan usia lanjut akhir (70 keatas). Seseorang yang berada pada masa usia
lanjut sering disebut lanjut usia (lansia). Pertumbuhan dan perkembangan
seseorang setelah kelahirannya akan terus meningkat hingga masa remaja,
kemudian mengalami stagnasi hingga akhir masa dewasa akhir, kemudian dari
dewasa akhir akan mengalami penurunan hingga masa usia lanjut (Hurlock, 2000).
Tahap
perkembangan pada masa usia lanjut berkaitan dengan perubahan yang diakibatkan
oleh penurunan fungsi organ tubuh. Beberapa perubahan yang terjadi pada lansia
antara lain penyusutan berat badan dan peningkatan jumlah masa lemak pada
bagian tubuh yang kurus, berkurangnya jumlah air dalam tubuh, munculnya keriput
karena berkurangnya kekencangan kulit, penurunan kemampuan sistem Cardiovascular
mengurangi kemampuan hati untuk merespon stress, tulang keropos, sensitivitas
mata terhadap warna berkurang karena perkembangan lensa mata, penurunan
kemampuan pupil menyebabkan penglihatan menjadi kabur, persepsi pendengaran
terhadap frekwensi tinggi berkurang, penurunan performansi intelektual,
psikomotor menjadi lambat (Kane,1989).
Perubahan
yang terjadi pada lansia membuat mereka tampak tak berdaya sehingga anggota
masyarakat lainnya mengurangi keterlibatan dan tanggung jawab lansia dalam
kegiatan di lingkungan sosial maupun lingkungan kerjanya. Perlakuan tersebut
kadang membuat lansia tidak percaya diri, lansia berpikir bahwa dirinya sudah
tidak berguna dan tidak diperlukan lagi.
Hal
itu dapat menyebakan munculna beberapa penyakit psikologis berupa stres dan
depresi (Kane, 1989). Tanpa adanya dukungan dari keluara dan lingkungan untuk
mencegah dan menanggulanginya, stres dan depresi dapat mengganggu kemampuan
lansia untuk beraktivitas dalam kehidupannya sehari-hari, bahkan dapat
menyebabkan kematian pada lansia yang kemampuan merespon stresnya telah
menurun. Seperti yang diprediksikan oleh WHO, stres dan depresi akan menjadi 10
besar penyakit yang menyebabkan kematian atau menurun drastisnya kualitas
kesehatan masyarakat .
Perubahan yang terjadi pada lansia
membuat mereka tampak tak berdaya sehingga anggota masyarakat lainnya
mengurangi keterlibatan dan tanggung jawab lansia dalam kegiatan di lingkungan
sosial maupun lingkungan kerjanya. Perlakuan tersebut kadang membuat lansia
tidak percaya diri, lansia berpikir bahwa dirinya sudah tidak berguna dan tidak
diperlukan lagi. Hal itu dapat menyebakan munculna beberapa penyakit psikologis
berupa stres dan depresi (Kane, 1989). Tanpa adanya dukungan dari keluara dan
lingkungan untuk mencegah dan menanggulanginya, stres dan depresi dapat
mengganggu kemampuan lansia untuk beraktivitas dalam kehidupannya sehari-hari,
bahkan dapat menyebabkan kematian padalansia yang kemampuan merespon stresnya
telah menurun. Seperti yang diprediksikan oleh WHO, stres dan depresi akan
menjadi 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian atau menurun drastisnya
kualitas kesehatan masyarakat.
Penerimaan
diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya
dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut (Pannes dalam Hurlock,
1973). Individu dengan penerimaan diri merasa bahwa karakteristik tertentu yang
dimiliki adalah bagian diri yang tidak terpisahkan, yang selanjutnya dihayati
sebagai anugerah. Segala apa yang ada pada dirinya dirasakan sebagai sesuatu
yang menyenangkan, sehingga individu tersebut memiliki keinginan untuk terus
dapat menikmati kehidupan. Perubahan apapun yang terjadi berkaitan dengan
proses menua dapat diterima oleh individu yang memiliki penerimaan diri dengan
hati lapang.
Rubin
(1974) menyatakan bahwa semakin banyak usaha yang dikerahkan oleh individu
lanjut usia untuk melakukan mekanisme pertahanan diri maka semakin banyak
tenaga yang dicuri, yang sebenarnya tenaga itu dapat digunakan untuk melakukan
hal-hal yang sesuai dengan usianya dan menarik minatnya. Pada intinya, semakin
banyak waktu dan tenaga dihabiskan oleh individu lanjut usia agar senantiasa
muda, individu ini akan semakin merasa tidak berdaya, lalu semakin merasa putus asa, dan
akhirnya malah akan semakin terlihat tua.
Lebih
jauh dijelaskan oleh Rubin (1974) bahwa individu yang emosinya matang tidak
menghabiskan seluruh waktu dan tenaganya untuk kembali muda. Hal ini
dikarenakan individu lanjut usia dengan kematangan emosi mengetahui bagaimana
cara menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya. Dapat dikatakan bahwa
individu lanjut usia dengan kematangan emosi mampu menyikapi secara positif
perubahan-perubahan yang terjadi berkaitan dengan proses penuaan dirinya.
Individu
dengan kematangan emosi berarti individu dapat menempatkan potensi yang
dikembangkan dirinya dalam suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang
nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang efektif dan
sehat (Schneiders dalam Kurniawan, 1995). Artinya, individu dengan kematangan
emosi mampu menerima tanggung jawab akan perubahan-perubahan dalam hidupnya
sebagai tantangan daripada menganggapnya sebagai beban, dan dengan rasa percaya
diri berusaha mencari pemecahan masalahnya dengan cara-cara yang aman untuk
diri dan lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial.
Pada
akhirnya, individu lanjut usia yang memiliki kematangan emosi akan mampu
menerima dirinya seperti apa adanya, sehingga mudah beradaptasi dengan
lingkungannya (Mouly, 1960). Secara bertentangan, individu lanjut usia yang
tidak memiliki kematangan emosi akan memandang dirinya secara depresif, atau
malah terlalu membangga-banggakan masa lalunya, atau menggunakan mekanisme
pertahanan diri untuk menghadapi perubahan-perubahan dirinya berkaitan dengan
pertambahan usianya. Mekanisme pertahanan diri yang sering dialami oleh
individu lanjut usia pria adalah terjadinya post
power syndrome.
Adapun
fenomena menarik yang terjadi pada individu lanjut usia wanita di beberapa kota
besar di Indonesia adalah upaya-upaya untuk mengatasi perubahan penampilan
fisik dirinya dengan menggunakan produk- produk berteknologi canggih yang
iklannya menawarkan kemampuan untuk mengendalikan proses penuaan dalam waktu
singkat, contohnya saja kosmetika, terapi sulih hormon, dan bedah plastik.
Perjalanan
hidup individu lanjut usia, seperti halnya periode lain dalam perkembangan,
juga akan ditandai oleh adanya tugas-tugas perkembangan yang harus dijalani di
dalam masa hidupnya sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan
(Havighurst dalam Mönks dkk, 1998). Apabila individu lanjut usia mampu
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan tersebut maka akan merasa berhasil dalam
hidup dan akhirnya akan timbul perasaan bahagia.
Erikson
(dalam Mönks dkk, 1998) menyebut keadaan tersebut sebagai integrity. Di sisi yang
berlawanan,
yaitu apabila individu lanjut usia berada pada kondisi despair maka akan merasakan ketakutan yang mendalam, merasa
hidupnya tidak berarti, timbul rasa benci, dan penolakan terhadap lingkungan-
nya; yang intinya di dalam perasaan putus asa itu tersembunyi kebencian dan
penolakan terhadap diri sendiri. Individu yang despair tersebut tidak dapat merasakan kebahagiaan, karena salah
satu komponen kebahagiaan bagi individu lanjut usia adalah penerimaan diri
(Hurlock, 1959).
Penerimaan diri adalah suatu tingkatan
kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk
hidup dengan keadaan tersebut (Pannes dalam Hurlock, 1973). Individu dengan
penerimaan diri merasa bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki adalah bagian
diri yang tidak terpisahkan, yang selanjutnya dihayati sebagai anugerah. Segala
apa yang ada pada dirinya dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sehingga
individu tersebut memiliki keinginan untuk terus dapat menikmati kehidupan.
Perubahan apapun yang terjadi berkaitan dengan proses menua dapat diterima oleh
individu yang memiliki penerimaan diri dengan hati lapang.
Rubin (1974) menyatakan bahwa semakin banyak
usaha yang dikerahkan oleh individu lanjut usia untuk melakukan mekanisme
pertahanan diri maka semakin banyak tenaga yang dicuri, yang sebenarnya tenaga
itu dapat digunakan untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan usianya dan
menarik minatnya. Pada intinya, semakin banyak waktu dan tenaga dihabiskan oleh
individu lanjut usia agar senantiasa muda, individu ini akan semakin merasa
tidak berdaya, lalu semakin merasa putus
asa, dan akhirnya malah akan semakin terlihat tua.
Lebih
jauh dijelaskan oleh Rubin (1974) bahwa individu yang emosinya matang tidak
menghabiskan seluruh waktu dan tenaganya untuk kembali muda. Hal ini
dikarenakan individu lanjut usia dengan kematangan emosi mengetahui bagaimana
cara menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya. Dapat dikatakan bahwa
individu lanjut usia dengan kematangan emosi mampu menyikapi secara positif
perubahan-perubahan yang terjadi berkaitan dengan proses penuaan dirinya.
Individu
dengan kematangan emosi berarti individu dapat menempatkan potensi yang
dikembangkan dirinya dalam suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang
nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang efektif dan
sehat (Schneiders dalam Kurniawan, 1995). Artinya, individu de- ngan kematangan
emosi mampu menerima tanggung jawab akan perubahan-perubahan dalam hidupnya
sebagai tantangan daripada menganggapnya sebagai beban, dan dengan rasa percaya
diri berusaha mencari pemecahan masalahnya dengan cara-cara yang aman untuk
diri dan lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial.
Pada
akhirnya, individu lanjut usia yang memiliki kematangan emosi akan mampu
menerima dirinya seperti apa adanya, sehingga mudah beradaptasi dengan
lingkungannya (Mouly, 1960). Secara bertentangan, individu lanjut usia yang
tidak memiliki kematangan emosi akan memandang dirinya secara depresif, atau
malah terlalu membangga-banggakan masa lalunya, atau menggunakan mekanisme
pertahanan diri untuk menghadapi perubahan-perubahan dirinya berkaitan dengan pertambahan usianya.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terakit psikologi
perkembangan usia lanjut.
2. Metode Penelitian/ Kajian Teori
Referensi psikologi akan penulis kumpulkan menggunakan cara, yaitu : studi dokumen
dan
disajikan secara sistematis sesuai dengan isu psikologis dan permasalahan
penelitian yang ada. Kemudian cara untuk pengambilan kesimpulan
dilakukan secara deduktif.
3. Hasil dan Pembahasan
Dalam banyak penelitian ditemukan bahwa psikologi perkembangan
usia lanjut diwujudkan dalam kematangan emosi sehingga dapat berhubungan secara erat dengan kesehatan fisiologis
individu. Secara lebih khusus banyak diteliti bahwa kematangan emosi berperan
secara signifikan pada individu lanjut usia. Hasil dari penelitian tersebut
diantaranya adalah tingkat morbiditas dan mortalitas, serta serangan jantung
pada individu yang memiliki kematangan emosi ditemukan lebih rendah
dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki kematangan emosi (Berkman,
Syme dan Blazer dalam Levenson dkk, 1991; Smith dalam Barefoot dkk, 1993).
Selain itu ditemukan juga bahwa emosi yang
matang berhubungan pada peningkatan respon imunologi tubuh
(Kiecolt-Glaser dan Glaser dalam Levenson dkk, 1991). Reichard’s (dalam
Decker, 1980) menggambarkan bahwa perkembangan psikologo pada individu lanjut
usia yang memiliki kematangan emosi adalah individu yang mampu menyesuaikan
diri secara baik dengan proses penuaan dirinya. Artinya, individu memiliki
kontrol diri yang baik, memiliki rasa tanggung jawab, mampu memberi arti pada
hubungan sosial yang dilakukannya, dan mampu menghar- gai keberadaan dirinya
saat ini. Reichard’s juga menyatakan bahwa ada dua gambaran dari individu
lanjut usia yang tidak memiliki kematangan emosi, yaitu :
a. Angry. Individu-individu akan memusuhi
lingkungan, menyalahkan lingkungan apa- bila ada sesuatu yang salah, melihat
dunia sebagai suatu perlawanan yang kompetitif.
b. Self-haters.
Individu-individu akan menyalahkan dirinya, memiliki hubungan sosial yang
buruk, dan sangat depresi dalam menjalani kehidupan masa tuanya.
Dari teori psikologi perkembangan manusia pada
usia lanjut bahwa dapat diketahui gambaran secara jelas bahwa individu lanjut
usia yang memiliki kematangan emosi mampu untuk menerima dirinya apa adanya;
artinya individu lanjut usia tidak akan memarahi lingkungan maupun dirinya akan
perubahan-perubahan keadaan yang dialaminya sebagai lanjut usia karena individu
mampu melihat dengan jujur potensi dirinya, dapat tabah untuk menerima
kekurangan dirinya dan hal-hal lain yang tidak dapat diubahnya, serta
memunculkan potensi-potensi positif dirinya, sehingga individu mampu
menjalankan perannya sebagai lanjut usia tanpa harus memaksakan diri melakukan
sesuatu di luar batas kemampuannya.
Hal ini
dapat dilakukan oleh individu lanjut usia karena memiliki kontrol diri yang
baik. Individu lanjut usia yang memiliki kematangan emosi mampu menghargai
dirinya dan tetap mampu untuk memberikan arti bagi dirinya di tengah lingkungan
sosialnya. Akan tetapi, pada masa lanjut usia seringkali mengalami masalah
dalam gangguan mental.
Berbagai
faktor dapat menjadi penyebab timbulnya perubahan mental pada lansia, di
antaranya:
a.
Menghadapi pengalaman atau kejadian hidup yang
berat
b.
Penurunan kemampuan kognitif lansia dan fungsional
akibat penyakit atau tindakan medis tertentu
c.
Penurunan status sosial dan ekonomi
Selain itu, depresi, demensia, kecemasan, gangguan perilaku, hingga gangguan tidur
kerap kali terjadi pada lansia sebagai akibat perubahan fisik dan mentalnya. Kesepian
dan kurangnya hubungan sosial juga menjadi salah satu faktor timbulnya masalah
atau perubahan mental pada lansia. Faktor-faktor tersebut juga kerap
menimbulkan isolasi diri, kesepian, dan tekanan psikologis pada orang tua.
Berikut ini beberapa gangguan
psikologis yang sering dialami lansia:
a.
Demensia
Demensia
merupakan suatu sindrom atau kumpulan gejala dari penyakit tertentu, misalnya
penyakit Alzheimer. Demensia merupakan penyakit
kronis dan progresif yang ditandai dengan penurunan fungsi kognitif pada lansia.
Penurunan kognitif ini sering kali disertai dengan penurunan kontrol emosi,
perilaku sosial, dan motivasi.
Gejala
demensia pada lansia, antara lain:
1)
Pikun
2)
Tidak menyadari waktu
3)
Kerap tersesat
4)
Kesulitan mengingat dan berpikir
5)
Kesulitan berkomunikasi
6)
Hilangnya kemandirian akibat penurunan kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Demensia
yang terjadi pada lansia sering kali dikaitkan dengan kondisi kesehatan lain
yang serupa, seperti delirium dan sindrom sundowning.
b.
Depresi
Depresi adalah
gangguan kejiwaan yang paling umum diderita oleh orang tua. Depresi juga
merupakan suatu masalah kesehatan mental yang berkaitan dengan gangguan mood atau
suasana hati seseorang. Hal ini sering kali mengakibatkan gangguan fungsi
fisik, mental, dan sosial penderitanya.
Depresi
pada lansia kerap menjadi hal serius untuk ditangani karena dapat menyebabkan
perburukan pada penyakit kronis yang dialami, termasuk mempersulit
pengobatan.
Gejala depresi pada lansia mungkin sulit
untuk dideteksi. Secara umum, gejala depresi yang sering muncul pada lansia
antara lain:
1)
Perubahan suasana hati yang tiba-tiba
2)
Kelelahan
3)
Kehilangan nafsu makan
4)
Gangguan tidur
5)
Menarik diri dari lingkungan
c.
Gangguan kecemasan
Gangguan
kecemasan (anxiety) merupakan kondisi kecemasan dan kekhawatiran
berlebih dan berlangsung lama. Kondisi ini juga dapat memburuk seiring
berjalannya waktu. Gangguan kecemasan semacam ini dapat mengakibatkan
Anda kesulitan mengatur aktivitas sehari-hari, hingga kesulitan menikmati
hidup.
Gejala
gangguan kecemasan yang sering muncul pada lansia antara lain:
1)
Gelisah
2)
Berkeringat
3)
Sulit tidur
4)
Terlalu fokus pada masalah
5)
Jantung berdetak lebih kencang
6)
Gangguan panik, obstructive compulsive
disorder (OCD), post traumatic stress disorder (PTSD), hoarding
disorder, dan fobia termasuk jenis gangguan kecemasan yang kerap dialami
lansia.
d.
Somatoform disorder
Melansir International Journal of Methods in Psychiatric Research,
gangguan somatoform (somatoform disorder) termasuk gangguan
psikologis yang kerap terjadi pada lansia, yang sayangnya sering
diabaikan. Somatoform disorder adalah tekanan psikologis yang
membuat seseorang mengalami berbagai gejala fisik (merasakan sakit) tetapi
tidak dapat dijelaskan secara klinis. Gangguan ini sering menyebabkan tekanan
emosional pada penderitanya.
Gejala
umum gangguan somatoform antara lain:
1)
Sakit punggung
2)
Pusing
3)
Gangguan pencernaan
4)
Kesulitan penglihatan
5)
Kelumpuhan
Kemudian daripada
itu, ada beberapa solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi pada perubahan psikologi
lanjut usia, yaitu :
1)
Memberikan makanan bergizi untuk lansia
2)
Olahraga secara teratur
3)
Berada di lingkungan yang positif, dalam hal ini
peran keluarga dan orang terdekat bahkan masyarakat sangat penting
4)
Lakukan hobi atau aktivitas kesukaan orang
tua
5)
Latih orang tua untuk mengungkapkan
perasaannya
6)
Hindari rokok dan alkohol
7)
Rutin melakukan pemeriksaan kesehatan
8)
Tidak hanya keluarga dan orang terdekat, tetapi pelayanan
kesehatan, pemerintah, dan masyarakat atau komunitas turut andil mengatasi
gangguan psikologis pada lansia.
9)
Mengikutsertakan
lansia ke dalam komunitas yang digemari dapat membantu para lansia untuk
tetap dapat hidup aktif dan meminimalisir stres.
4. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari penelitian ini adalah psikologi pada perkembangan usia
lanjut itu meliputi pada kematangan emosi dengan penerimaan diri pada individu
lanjut usia. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kematangan emosi individu
lanjut usia maka akan semakin tinggi penerimaan diri individu, dan semakin
rendah kematangan emosi individu lanjut usia maka akan semakin rendah juga
penerimaan dirinya. Akan tetapi, terapat juga beberapa solusi untuk mengatasi
perkembangan psikologi pada usia lanjut, yaitu
dengan memberikan asupan gizi yang cukup, olahraga teratur, mengajak ke
komunitas yang sesuai dengan minatnya, dan rutin mengecek kesehatan fisik
maupun mentalnya.
5.
Daftar Pustaka
Hurlock, E.B. 1980. Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Cetakan Ke-5.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Ichramsjah.
2002. Menjadi Tua dengan Penuh
Rahmat. Kompas. 28 Juli 2002. Jakarta.
Ichramsjah.
2002. Menopause? Siapa Takut. Kompas. 28 Juli 2002. Jakarta.
Jatmiko, S.W. 1995. Hubungan antara Persepsi terhadap
Ketuaan dengan Aktivitas
Lanjut Usia. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakulats
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Jersild, A.T. 1963. The Psychology of Adolescent. New York: The McMillan.
Jersild, A.T., Brook, J.S., and Brook, D.W. 1978. The Psychology of Adolescent. 3rd Edition. London: Collier McMillan Publishers.
Kimmel, D.C. 1974. Adulthood And
Aging: An Interdisciplinary, Development View.
New York: John Wiley and Sons.
Kimmel, D.C. 1990. Adulthood and
Aging. 3rd Edition. Toronto: John
Wiley and Sons.
Kurniawan,
L. 1995. Pengaruh Kematangan Emosi dan Dukungan
Suami terhadap Kepekaan
Pengasuhan Ibu. Jakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Ind nesia.
Levenson, R.W., Carstensen, L.L., Friesen, W.V., and Ekman, P. 1991. Emotion, Physiology, and Expression in Old
Tidak ada komentar:
Posting Komentar