Kamis, 03 November 2022

Karya Ilmiah Psikologi

 

Abstrak

Setiap orang secara fitrahnya tentu akan menjadi tua. Psikologi perkembangan pada usia lanjut itu berwuju pada kematangan emosi dan penerimaan diri diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kematangan emosi berkorelasi positif dengan penerimaan diri. Semakin tinggi kematangan emosi maka semakin tinggi pula peneriman diri, dan sebaliknya semakin rendah kematangan emosi maka semakin rendah pula peneriman dirinya.

Penerimaan diri pada penelitian ini dikaitkan dengan kematangan emosi karena emosi mewarnai perilaku manusia, dan emosi muncul sebagai reaksi-reaksi terhadap kejadian yang memiliki arti. Lebih jauh, dikatakan bahwa emosi adalah keadaan perasaan yang telah begitu melampaui batas sehingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya dapat terganggu. Individu lanjut usia akan banyak menghadapi perubahan berkaitan dengan usianya yang semakin lanjut, oleh karenanya bagi individu yang tidak dapat menerima perubahan tersebut akan menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk menghadapinya.

Oleh karena itu, semakin tinggi kematangan emosi individu lanjut usia maka akan semakin tinggi penerimaan diri individu, dan semakin rendah kematangan emosi individu lanjut usia maka akan semakin rendah juga penerimaan dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki penerimaan terhadap kondisi penuaannya dengan baik karena subjek penelitian memiliki kematangan emosi yang baik.

 

Kata kunci: Psikologi, Perkembangan, Lanjut Usia, emosi, Mental, Jiwa



 1.      Pendahuluan

    Masa dewasa akhir disebut juga masa penutupan dalam rentang hidup pada seseorang, dimana masa ini bisa dikatakan masa yang beranjak jauh dari kehidupan / masa sebelumnya. Dalam pandangan psikologi masa tua atau lansia memiliki umur sekitar 60 sampai meninggal, dimana pada usia ini terjadi penurunan kekuatan fisik, dan penurunan daya ingat seseorang.  Masa dewasa akhir ini merupakan proses perubahan menjadi tua atau dalam istilah lain disebut “senescence”. Proses perubahan ini dialami dengan berubanya fisik dan juga psikis pada seseorang.

    Dalam rentang kehidupannya manusia akan melewati beberapa tahap perkembangan, mulai dari kelahiran, masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, usia lanjut dan berakhir dengan datangnya kematian. Masa kelahiran adalah saat individu lahir, dua minggu setelah kelahirannya individu memasuki masa bayi. Masa kanak-kanak dimulai pada usia dua tahun. Masa remaja dimulai pada usia 13 tahun. Masa dewasa dibagi menjadi dewasa dini ( 21-30 tahun), dan dewasa akhir (40-60) tahun. Masa usia lanjut dimulai saat seseorang memasuki usia 60 tahun (Hurlock,2000).

    Hurlock juga mengemukakan bahwa usia lanjut dibagi menjadi usia lanjut dini (60-70 tahun) dan usia lanjut akhir (70 keatas). Seseorang yang berada pada masa usia lanjut sering disebut lanjut usia (lansia). Pertumbuhan dan perkembangan seseorang setelah kelahirannya akan terus meningkat hingga masa remaja, kemudian mengalami stagnasi hingga akhir masa dewasa akhir, kemudian dari dewasa akhir akan mengalami penurunan hingga masa usia lanjut (Hurlock, 2000).

    Tahap perkembangan pada masa usia lanjut berkaitan dengan perubahan yang diakibatkan oleh penurunan fungsi organ tubuh. Beberapa perubahan yang terjadi pada lansia antara lain penyusutan berat badan dan peningkatan jumlah masa lemak pada bagian tubuh yang kurus, berkurangnya jumlah air dalam tubuh, munculnya keriput karena berkurangnya kekencangan kulit, penurunan kemampuan      sistem  Cardiovascular mengurangi kemampuan hati untuk merespon stress, tulang keropos, sensitivitas mata terhadap warna berkurang karena perkembangan lensa mata, penurunan kemampuan pupil menyebabkan penglihatan menjadi kabur, persepsi pendengaran terhadap frekwensi tinggi berkurang, penurunan performansi intelektual, psikomotor menjadi lambat (Kane,1989).

    Perubahan yang terjadi pada lansia membuat mereka tampak tak berdaya sehingga anggota masyarakat lainnya mengurangi keterlibatan dan tanggung jawab lansia dalam kegiatan di lingkungan sosial maupun lingkungan kerjanya. Perlakuan tersebut kadang membuat lansia tidak percaya diri, lansia berpikir bahwa dirinya sudah tidak berguna dan tidak diperlukan lagi.

    Hal itu dapat menyebakan munculna beberapa penyakit psikologis berupa stres dan depresi (Kane, 1989). Tanpa adanya dukungan dari keluara dan lingkungan untuk mencegah dan menanggulanginya, stres dan depresi dapat mengganggu kemampuan lansia untuk beraktivitas dalam kehidupannya sehari-hari, bahkan dapat menyebabkan kematian pada lansia yang kemampuan merespon stresnya telah menurun. Seperti yang diprediksikan oleh WHO, stres dan depresi akan menjadi 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian atau menurun drastisnya kualitas kesehatan masyarakat .

    Perubahan yang terjadi pada lansia membuat mereka tampak tak berdaya sehingga anggota masyarakat lainnya mengurangi keterlibatan dan tanggung jawab lansia dalam kegiatan di lingkungan sosial maupun lingkungan kerjanya. Perlakuan tersebut kadang membuat lansia tidak percaya diri, lansia berpikir bahwa dirinya sudah tidak berguna dan tidak diperlukan lagi. Hal itu dapat menyebakan munculna beberapa penyakit psikologis berupa stres dan depresi (Kane, 1989). Tanpa adanya dukungan dari keluara dan lingkungan untuk mencegah dan menanggulanginya, stres dan depresi dapat mengganggu kemampuan lansia untuk beraktivitas dalam kehidupannya sehari-hari, bahkan dapat menyebabkan kematian padalansia yang kemampuan merespon stresnya telah menurun. Seperti yang diprediksikan oleh WHO, stres dan depresi akan menjadi 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian atau menurun drastisnya kualitas kesehatan masyarakat.

    Penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut (Pannes dalam Hurlock, 1973). Individu dengan penerimaan diri merasa bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki adalah bagian diri yang tidak terpisahkan, yang selanjutnya dihayati sebagai anugerah. Segala apa yang ada pada dirinya dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sehingga individu tersebut memiliki keinginan untuk terus dapat menikmati kehidupan. Perubahan apapun yang terjadi berkaitan dengan proses menua dapat diterima oleh individu yang memiliki penerimaan diri dengan hati lapang.

    Rubin (1974) menyatakan bahwa semakin banyak usaha yang dikerahkan oleh individu lanjut usia untuk melakukan mekanisme pertahanan diri maka semakin banyak tenaga yang dicuri, yang sebenarnya tenaga itu dapat digunakan untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan usianya dan menarik minatnya. Pada intinya, semakin banyak waktu dan tenaga dihabiskan oleh individu lanjut usia agar senantiasa muda, individu ini akan semakin merasa tidak berdaya, lalu          semakin merasa putus asa, dan akhirnya malah akan semakin terlihat tua.

    Lebih jauh dijelaskan oleh Rubin (1974) bahwa individu yang emosinya matang tidak menghabiskan seluruh waktu dan tenaganya untuk kembali muda. Hal ini dikarenakan individu lanjut usia dengan kematangan emosi mengetahui bagaimana cara menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya. Dapat dikatakan bahwa individu lanjut usia dengan kematangan emosi mampu menyikapi secara positif perubahan-perubahan yang terjadi berkaitan dengan proses penuaan dirinya.

    Individu dengan kematangan emosi berarti individu dapat menempatkan potensi yang dikembangkan dirinya dalam suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang efektif dan sehat (Schneiders dalam Kurniawan, 1995). Artinya, individu dengan kematangan emosi mampu menerima tanggung jawab akan perubahan-perubahan dalam hidupnya sebagai tantangan daripada menganggapnya sebagai beban, dan dengan rasa percaya diri berusaha mencari pemecahan masalahnya dengan cara-cara yang aman untuk diri dan lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial.

    Pada akhirnya, individu lanjut usia yang memiliki kematangan emosi akan mampu menerima dirinya seperti apa adanya, sehingga mudah beradaptasi dengan lingkungannya (Mouly, 1960). Secara bertentangan, individu lanjut usia yang tidak memiliki kematangan emosi akan memandang dirinya secara depresif, atau malah terlalu membangga-banggakan masa lalunya, atau menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk menghadapi perubahan-perubahan dirinya berkaitan dengan pertambahan usianya. Mekanisme pertahanan diri yang sering dialami oleh individu lanjut usia pria adalah terjadinya post power syndrome.

    Adapun fenomena menarik yang terjadi pada individu lanjut usia wanita di beberapa kota besar di Indonesia adalah upaya-upaya untuk mengatasi perubahan penampilan fisik dirinya dengan menggunakan produk- produk berteknologi canggih yang iklannya menawarkan kemampuan untuk mengendalikan proses penuaan dalam waktu singkat, contohnya saja kosmetika, terapi sulih hormon, dan bedah plastik.

    Perjalanan hidup individu lanjut usia, seperti halnya periode lain dalam perkembangan, juga akan ditandai oleh adanya tugas-tugas perkembangan yang harus dijalani di dalam masa hidupnya sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan (Havighurst dalam Mönks dkk, 1998). Apabila individu lanjut usia mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangan tersebut maka akan merasa berhasil dalam hidup dan akhirnya akan timbul perasaan bahagia.

    Erikson (dalam Mönks dkk, 1998) menyebut keadaan tersebut sebagai integrity. Di sisi yang berlawanan, yaitu apabila individu lanjut usia berada pada kondisi despair maka akan merasakan ketakutan yang mendalam, merasa hidupnya tidak berarti, timbul rasa benci, dan penolakan terhadap lingkungan- nya; yang intinya di dalam perasaan putus asa itu tersembunyi kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri. Individu yang despair tersebut tidak dapat merasakan kebahagiaan, karena salah satu komponen kebahagiaan bagi individu lanjut usia adalah penerimaan diri (Hurlock, 1959).

    Penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut (Pannes dalam Hurlock, 1973). Individu dengan penerimaan diri merasa bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki adalah bagian diri yang tidak terpisahkan, yang selanjutnya dihayati sebagai anugerah. Segala apa yang ada pada dirinya dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sehingga individu tersebut memiliki keinginan untuk terus dapat menikmati kehidupan. Perubahan apapun yang terjadi berkaitan dengan proses menua dapat diterima oleh individu yang memiliki penerimaan diri dengan hati lapang.

    Rubin (1974) menyatakan bahwa semakin banyak usaha yang dikerahkan oleh individu lanjut usia untuk melakukan mekanisme pertahanan diri maka semakin banyak tenaga yang dicuri, yang sebenarnya tenaga itu dapat digunakan untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan usianya dan menarik minatnya. Pada intinya, semakin banyak waktu dan tenaga dihabiskan oleh individu lanjut usia agar senantiasa muda, individu ini akan semakin merasa tidak berdaya, lalu  semakin merasa putus asa, dan akhirnya malah akan semakin terlihat tua.

    Lebih jauh dijelaskan oleh Rubin (1974) bahwa individu yang emosinya matang tidak menghabiskan seluruh waktu dan tenaganya untuk kembali muda. Hal ini dikarenakan individu lanjut usia dengan kematangan emosi mengetahui bagaimana cara menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya. Dapat dikatakan bahwa individu lanjut usia dengan kematangan emosi mampu menyikapi secara positif perubahan-perubahan yang terjadi berkaitan dengan proses penuaan dirinya.

    Individu dengan kematangan emosi berarti individu dapat menempatkan potensi yang dikembangkan dirinya dalam suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang efektif dan sehat (Schneiders dalam Kurniawan, 1995). Artinya, individu de- ngan kematangan emosi mampu menerima tanggung jawab akan perubahan-perubahan dalam hidupnya sebagai tantangan daripada menganggapnya sebagai beban, dan dengan rasa percaya diri berusaha mencari pemecahan masalahnya dengan cara-cara yang aman untuk diri dan lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial.

    Pada akhirnya, individu lanjut usia yang memiliki kematangan emosi akan mampu menerima dirinya seperti apa adanya, sehingga mudah beradaptasi dengan lingkungannya (Mouly, 1960). Secara bertentangan, individu lanjut usia yang tidak memiliki kematangan emosi akan memandang dirinya secara depresif, atau malah terlalu membangga-banggakan masa lalunya, atau menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk menghadapi perubahan-perubahan dirinya berkaitan dengan pertambahan usianya.

    Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terakit psikologi perkembangan usia lanjut.

   

2.      Metode Penelitian/ Kajian Teori

    Referensi psikologi akan penulis kumpulkan  menggunakan cara, yaitu : studi dokumen dan disajikan secara sistematis sesuai dengan isu psikologis dan permasalahan penelitian yang ada. Kemudian cara untuk pengambilan kesimpulan dilakukan secara deduktif.

 

3.      Hasil dan Pembahasan

    Dalam banyak penelitian ditemukan bahwa psikologi perkembangan usia lanjut diwujudkan dalam kematangan emosi sehingga dapat berhubungan secara erat dengan kesehatan fisiologis individu. Secara lebih khusus banyak diteliti bahwa kematangan emosi berperan secara signifikan pada individu lanjut usia. Hasil dari penelitian tersebut diantaranya adalah tingkat morbiditas dan mortalitas, serta serangan jantung pada individu yang memiliki kematangan emosi ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki kematangan emosi (Berkman, Syme dan Blazer dalam Levenson dkk, 1991; Smith dalam Barefoot dkk, 1993).

    Selain itu ditemukan juga bahwa emosi yang matang berhubungan pada peningkatan respon imunologi tubuh (Kiecolt-Glaser dan Glaser dalam Levenson dkk, 1991). Reichard’s (dalam Decker, 1980) menggambarkan bahwa perkembangan psikologo pada individu lanjut usia yang memiliki kematangan emosi adalah individu yang mampu menyesuaikan diri secara baik dengan proses penuaan dirinya. Artinya, individu memiliki kontrol diri yang baik, memiliki rasa tanggung jawab, mampu memberi arti pada hubungan sosial yang dilakukannya, dan mampu menghar- gai keberadaan dirinya saat ini. Reichard’s juga menyatakan bahwa ada dua gambaran dari individu lanjut usia yang tidak memiliki kematangan emosi, yaitu :

     a. Angry. Individu-individu akan memusuhi lingkungan, menyalahkan lingkungan apa- bila ada sesuatu yang salah, melihat dunia sebagai suatu perlawanan yang kompetitif.

    b. Self-haters. Individu-individu akan menyalahkan dirinya, memiliki hubungan sosial yang buruk, dan sangat depresi dalam menjalani kehidupan masa tuanya.

     Dari teori psikologi perkembangan manusia pada usia lanjut bahwa dapat diketahui gambaran secara jelas bahwa individu lanjut usia yang memiliki kematangan emosi mampu untuk menerima dirinya apa adanya; artinya individu lanjut usia tidak akan memarahi lingkungan maupun dirinya akan perubahan-perubahan keadaan yang dialaminya sebagai lanjut usia karena individu mampu melihat dengan jujur potensi dirinya, dapat tabah untuk menerima kekurangan dirinya dan hal-hal lain yang tidak dapat diubahnya, serta memunculkan potensi-potensi positif dirinya, sehingga individu mampu menjalankan perannya sebagai lanjut usia tanpa harus memaksakan diri melakukan sesuatu di luar batas kemampuannya.

    Hal ini dapat dilakukan oleh individu lanjut usia karena memiliki kontrol diri yang baik. Individu lanjut usia yang memiliki kematangan emosi mampu menghargai dirinya dan tetap mampu untuk memberikan arti bagi dirinya di tengah lingkungan sosialnya. Akan tetapi, pada masa lanjut usia seringkali mengalami masalah dalam gangguan mental.

    Berbagai faktor dapat menjadi penyebab timbulnya perubahan mental pada lansia, di antaranya:

a.       Menghadapi pengalaman atau kejadian hidup yang berat

b.       Penurunan kemampuan kognitif lansia dan fungsional akibat penyakit atau tindakan medis tertentu

c.        Penurunan status sosial dan ekonomi

               Selain itu, depresi, demensia, kecemasan, gangguan perilaku, hingga gangguan tidur kerap kali terjadi pada lansia sebagai akibat perubahan fisik dan mentalnya. Kesepian dan kurangnya hubungan sosial juga menjadi salah satu faktor timbulnya masalah atau perubahan mental pada lansia. Faktor-faktor tersebut juga kerap menimbulkan isolasi diri, kesepian, dan tekanan psikologis pada orang tua.

                Berikut ini beberapa gangguan psikologis yang sering dialami lansia:

a.       Demensia

    Demensia merupakan suatu sindrom atau kumpulan gejala dari penyakit tertentu, misalnya penyakit Alzheimer. Demensia merupakan penyakit kronis dan progresif yang ditandai dengan penurunan fungsi kognitif pada lansia.  Penurunan kognitif ini sering kali disertai dengan penurunan kontrol emosi, perilaku sosial, dan motivasi. 

    Gejala demensia pada lansia, antara lain:

1)      Pikun

2)      Tidak menyadari waktu 

3)      Kerap tersesat

4)      Kesulitan mengingat dan berpikir

5)      Kesulitan berkomunikasi

6)      Hilangnya kemandirian akibat penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. 

    Demensia yang terjadi pada lansia sering kali dikaitkan dengan kondisi kesehatan lain yang serupa, seperti delirium dan sindrom sundowning

b.      Depresi

    Depresi adalah gangguan kejiwaan yang paling umum diderita oleh orang tua. Depresi juga merupakan suatu masalah kesehatan mental yang berkaitan dengan gangguan mood atau suasana hati seseorang. Hal ini sering kali mengakibatkan gangguan fungsi fisik, mental, dan sosial penderitanya. 

    Depresi pada lansia kerap menjadi hal serius untuk ditangani karena dapat menyebabkan perburukan pada penyakit kronis yang dialami, termasuk mempersulit pengobatan. 

    Gejala depresi pada lansia mungkin sulit untuk dideteksi. Secara umum, gejala depresi yang sering muncul pada lansia antara lain:

1)      Perubahan suasana hati yang tiba-tiba

2)      Kelelahan

3)      Kehilangan nafsu makan

4)      Gangguan tidur

5)      Menarik diri dari lingkungan

 

 

 

c.       Gangguan kecemasan 

    Gangguan kecemasan (anxiety) merupakan kondisi kecemasan dan kekhawatiran berlebih dan berlangsung lama. Kondisi ini juga dapat memburuk seiring berjalannya waktu.  Gangguan kecemasan semacam ini dapat mengakibatkan Anda kesulitan mengatur aktivitas sehari-hari, hingga kesulitan menikmati hidup. 

    Gejala gangguan kecemasan yang sering muncul pada lansia antara lain:

1)      Gelisah

2)      Berkeringat

3)      Sulit tidur

4)      Terlalu fokus pada masalah 

5)      Jantung berdetak lebih kencang

6)      Gangguan panik, obstructive compulsive disorder (OCD), post traumatic stress disorder (PTSD), hoarding disorder, dan fobia termasuk jenis gangguan kecemasan yang kerap dialami lansia. 

d.      Somatoform disorder

    Melansir International Journal of Methods in Psychiatric Research, gangguan somatoform (somatoform disorder) termasuk gangguan psikologis yang kerap terjadi pada lansia, yang sayangnya sering diabaikan.  Somatoform disorder adalah tekanan psikologis yang membuat seseorang mengalami berbagai gejala fisik (merasakan sakit) tetapi tidak dapat dijelaskan secara klinis. Gangguan ini sering menyebabkan tekanan emosional pada penderitanya. 

    Gejala umum gangguan somatoform antara lain: 

1)      Sakit punggung

2)      Pusing

3)      Gangguan pencernaan

4)      Kesulitan penglihatan

5)      Kelumpuhan

    Kemudian daripada itu, ada beberapa solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi pada perubahan psikologi lanjut usia, yaitu :

1)      Memberikan makanan bergizi untuk lansia

2)      Olahraga secara teratur

3)      Berada di lingkungan yang positif, dalam hal ini peran keluarga dan orang terdekat bahkan masyarakat sangat penting

4)      Lakukan hobi atau aktivitas kesukaan orang tua 

5)      Latih orang tua untuk mengungkapkan perasaannya 

6)      Hindari rokok dan alkohol

7)      Rutin melakukan pemeriksaan kesehatan 

8)      Tidak hanya keluarga dan orang terdekat, tetapi pelayanan kesehatan, pemerintah, dan masyarakat atau komunitas turut andil mengatasi gangguan psikologis pada lansia. 

9)      Mengikutsertakan  lansia ke dalam komunitas yang digemari dapat membantu para lansia untuk tetap dapat hidup aktif dan meminimalisir stres. 

 

4.      Kesimpulan

    Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah psikologi pada perkembangan usia lanjut itu meliputi pada kematangan emosi dengan penerimaan diri pada individu lanjut usia. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kematangan emosi individu lanjut usia maka akan semakin tinggi penerimaan diri individu, dan semakin rendah kematangan emosi individu lanjut usia maka akan semakin rendah juga penerimaan dirinya. Akan tetapi, terapat juga beberapa solusi untuk mengatasi perkembangan psikologi pada usia lanjut, yaitu  dengan memberikan asupan gizi yang cukup, olahraga teratur, mengajak ke komunitas yang sesuai dengan minatnya, dan rutin mengecek kesehatan fisik maupun mentalnya.

 

5.      Daftar Pustaka

Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Cetakan Ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Ichramsjah. 2002. Menjadi Tua dengan Penuh Rahmat. Kompas. 28 Juli 2002. Jakarta.

Ichramsjah. 2002. Menopause? Siapa Takut. Kompas. 28 Juli 2002. Jakarta.

Jatmiko, S.W. 1995. Hubungan antara Persepsi terhadap Ketuaan dengan Aktivitas Lanjut Usia. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakulats Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Jersild, A.T. 1963. The Psychology of Adolescent. New York: The McMillan.

Jersild, A.T., Brook, J.S., and Brook, D.W. 1978. The Psychology of Adolescent. 3rd Edition. London: Collier McMillan Publishers.

Kimmel, D.C. 1974. Adulthood And Aging: An Interdisciplinary, Development View. New York: John Wiley and Sons.

Kimmel, D.C. 1990. Adulthood and Aging. 3rd Edition. Toronto: John Wiley and Sons.

Kurniawan, L. 1995. Pengaruh Kematangan Emosi dan Dukungan Suami terhadap Kepekaan Pengasuhan Ibu. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ind nesia.

Levenson, R.W., Carstensen, L.L., Friesen, W.V., and Ekman, P. 1991. Emotion, Physiology, and Expression in Old

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar