Kamis, 03 November 2022

Karya Ilmiah Hukum

 


ABSTRACT

This study aims to find out how to analyze the law regarding defamation through social media, and how the criminal law sanctions against defamation through social media. This study uses normative juridical research, where the author only studies the rule of law based on the facts of cases that occur related to defamation. The data in this study are secondary data sourced from various books, journals, research reports, or case reports obtained both through print and online media. The research findings show that defamation is regulated in Article 310 to Article 321 of the Criminal Code and also defamation on social media is regulated in Article 27 paragraph (3) of Law no. 11 of 2008. Defamation is the act of spreading untrue information and generally in the form of defamation of someone which has a bad impact on others, so that the person who is defaced, then he can complain about defamation and the person who contaminates it can sentenced to imprisonment and fines as in the regulations of the ITE Law (Electronic Information and Transactions)

 

Keywords: Pollution, Reputation, Social Media

 

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana analisa hukum mengenai pencemaran nama baik melalui media sosial, dan bagaimana sanksi hukum pidana terhadap pencemaran nama baik melalui media sosial. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dimana penulis hanya mempelajari aturan hukum berdasarkan fakta-fakta kasus yang terjadi berkaitan dengan pencemaran nama baik. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari berbagai buku, jurnal, laporan penelitian, atau berita kasus yang diperoleh baik melalui media cetak maupun online. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 hingga Pasal 321 KUHP dan juga terhadap pencemaran nama baik di media sosial diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 tahun 2008. Pencemaran nama baik adalah tindakan menyebarkan informasi yang tidak benar dan umumnya dalam bentuk pencemaran nama baik dari seseorang yang berdampak buruk pada orang lain, sehingga orang yang dirusak nama baiknya, maka dia dapat mengeluh tentang pencemaran nama baik dan orang yang mengkontaminasi dapat dihukum dengan hukuman penjara dan denda seperti dalam peraturan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)

Kata kunci: Pencemaran, Reputasi, Media Sosial

 

  

Bab 1

Pendahuluan

 

A.    Latarbelakang Masalah

            Teknologi komunikasi dan informasi melalui media sosial dirasakan berkembang secara luar biasa. Internet bisa dikatakan sebagai tongkak dari penemuan terbesar perangkat teknologi komunikasi dan informasi yang memberikan dampak terbesar bagi manusia. Situasi kekinian bisa dikatakan masyarakat tidak bisa terlepas dari ketergantungan perangkat pada teknologi. Namun, titik pandang kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tidak hanya tertumpu pada kehadiran perangkat komunikasi yang semakin canggih, melainkan juga memberikan pengaruh pada kultur yang terjadi di tengah masyarakat.

            Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia..

            Internet telah meghadirkan realitas kehidupan baru kepada umat manusia. Internet telah mengubah jarak dan waktu menjadi tidak terbatas. Dengan medium internet orang dapat melakukan berbagai aktivitas yang dalam dunia nyata (real) sulit dilakukan, karena terpisah oleh jarak dan waktu. Suatu realitas yang berjarak berkilo-kilo meter dari tempat kita berada, dengan medium internet dapat dihadirkan di hadapan kita. Ketika teknologi internet semakin maju maka media sosial pun ikut membangun dengan pesat.

            Untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa, teknologi informasi memegang peranan yang penting, baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Teknologi informasi diyakini membawa keuntungan dan kepentingan yang besar bagi negara. Di era globalisasi saat ini teknologi yang sangat berkembang adalah teknologi internet.

            Pengembangan dan penggunaan perangkat teknis yang dapat membantu semua bentuk aktivitas manusia dalam bidang hiburan, pendidikan, perdagangan, pemerintahan dan komunikasi, itu merupakan hal yang wajar. Kemajuan teknologi informasi sekarang dan kemungkinan di masa yang akan datang tidak lepas dari dorongan yang dilakukan oleh perkembangan teknologi komunikasi dan teknologi komputer, sedangkan teknologi komputer dan telekomunikasi didorong oleh teknologi mikro elektronika, material, dan perangkat lunak. Perpaduan teknologi komunikasi dan komputer melahirkan internet yang menjadi tulang punggung teknologi informasi.

            Perkembangan internet di Indonesia memang seperti tidak terduga sebelumnya. Beberapa tahun yang lalu, internet hanya dikenal oleh sebagian kecil orang yang mempunyai minat di bidang komputer. Namun, dalam tahun- tahun terakhir ini penggunaan jasa internet meningkat secara sangat pesat, meski ada pendapat yang menyatakan bahwa kebanyakan penggunaan intenet di Indonesia baru sebatas untuk hiburan dan percobaan.

            Pada negara demokrasi, keharusan masyarakat dalam keterbukaan informasi semakin besar. Pada masa sekarang kemajuan teknologi informasi media elektronika dan globalisasi terjadi hampir disemua bidang kehidupan. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet dapat dioperasikan dengan menggunakan media elektronik seperti komputer. Komputer merupakan salah satu penyebab munculnya perubahan sosial pada masyarakat, yaitu mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya, yang terus menjalar kebagian lain dari sisi kehidupan manusia, sehingga muncul adanya norma baru, nilai-nilai baru, dan sebagainya.

            Melalui internet pertukaran informasi dapat dilakukan secara cepat, tepat serta dengan biaya yang murah. Oleh karena itulah internet dapat menjadi media yang memudahkan seseorang untuk melakukan berbagai jenis tindak pidana yang berbasiskan teknologi informasi (cybercrime) seperti, tindak pidana pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, pembobolan rekening.

            Internet telah meghadirkan realitas kehidupan baru kepada umat manusia. Internet telah mengubah jarak dan waktu menjadi tidak terbatas. Dengan medium internet orang dapat melakukan berbagai aktivitas yang dalam dunia nyata (real) sulit dilakukan, karena terpisah oleh jarak dan waktu. Suatu realitas yang berjarak berkilo-kilo meter dari tempat kita berada, dengan medium internet dapat dihadirkan di hadapan kita. Ketika teknologi internet semakin maju maka media sosial pun ikut membangun dengan pesat.

            Pemanfaatan atau penyalahgunaan teknologi bukan hanya merupakan sebuah bentuk utama aktifitas manusia tetapi juga merupakan cara beraktifitas dalam bidang apapun. Sejak diakuinya pernyataan bahwa aktifitas manusia dalam berbagai bentuknya yang telah menyebabkan kemunculan dan aplikasi hukum atau pembuatan beberapa standar untuk mengatur aktifitas tersebut, nampak jelas bahwa teknologi juga harus dibuka agar dapat diatur oleh hukum.

            Saat ini dapat dikatakan bahwa media internet di Indonesia tidak ubahnya seperti rimba raya yang tidak mempunyai aturan hukum, seseorang dapat saja menghujat, menghina, mencaci maki dan merusak nama baik pihak lain tanpa takut akan adanya tindakan hukum. Maka baru-baru ini pemerintah Indonesia telah membuat dan menetapkan peraturan hukum yang mengatur tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik dalam suatu bentuk peraturan perundang- undangan, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.


            Media sosial atau dalam bahasa inggris “Social Media” menurut tata bahasa, terdiri dari kata “Social” yang memiliki arti kemasyarakatan atau sebuah interaksi dan “Media” adalah sebuah wadah atau tempat sosial itu sendiri. Media sosial adalah sejenis media yang digunakan sebagai sarana bebas berekspresi dan mengeluarkan pendapat secara terus- menerus. Sementara itu, jaringan sosial merupakan laman di mana orang boleh membuat laman web (akun) secara pribadi, kemudian berhubungan dan berkomunikasi dengan orang-orang. Jaringan sosial terbesar yang sering di gunakan oleh netizenship (Pengguna media sosial) antara lain Facebook, Twitter, Instagram, Line, Path dan myspace. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media penyiaran, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang berminat untuk berekspresi secara terbuka di dunia maya.

            Dengan perkembangan media social yang semaki pesat, sehingga semua orang diperbolehkan memiliki akun media sosial sendiri. Oleh karena itu, seorang pengguna media sosial boleh mengakses menggunakan media sosial dengan rangkaian internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa bayaran besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa pekerja. Pengguna media sosial dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model content lainnya.

            Dalam penggunaannya, media sosial digunakan oleh masyarakat sebagai media untuk mencari infomasi dan juga sebagai media untuk belajar, namun seiring perkembangannya penggunaan media sosial tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang bermanfaat, tetapi juga digunakan sebagai media untuk melakukan kejahatan di dunia maya.

            Hal inilah yang kemudian melandasi permasalahan mengapa perlu untuk belajar atau tidak mengetahui etika dalam berinternet. Hal ini perlu guna mencegah efek samping dari ber-media sosial yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Masalah utama adalah kejahatan masyarakat pengguna media sosial. Hal inilah yang menjadi dasar pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi

            Kemerdekaan berbicara, berekspresi dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia. Dalam negara demokrasi yang kini menjadi pilihan Indonesia, hak tersebut harus dijamin. Ketetapan untuk itu telah ditempuh negara ini lewat TAP MPR No.XVII tentang Hak Asasi Manusia yang selanjutnya dikukuhkan oleh Konstitusi Republik Indonesia melalui amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen terhadap UUD 1945 yang menyangkut jaminan terhadap kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan kemudian kemerdekaan pers tertuang dalam Pasal 28 E ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.

Hal inilah yang mendasari adanya permasalahan mengenai perlunya untuk belajar dan mengetahui etika dalam berinternet. Hal ini perlu guna mencegah efek samping dari ber-media sosial yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Masalah utama adalah kejahatan masyarakat pengguna media sosial. Hal inilah yang menjadi dasar pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaanya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat indonesia. Oleh karena itu,pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 58), yang untuk selanjutnya disebut UU ITE, muncul di masanya dengan mendeklarasikan dirinya sebagai rezim hukum baru. UU ini digadang-gadang dapat menjadi penanggulang permasalahan yang timbul dari transaksi dan informasi elektronik, termasuk salah satunya informasi elektronik yang mengandung konten yang mencemarkan nama baik orang lain. Sebelum lahirnya UU ITE, aturan hukum tentang pencemaran nama baik diatur dalam Bab II, VIII, dan XVI Buku Kedua KUHP.

Pada Pasal 27 Undang-Undang ITE No 11 Tahun 2008, BAB VII tentang Perbuatan Yang Dilarang, menyebutkan bahwa :

(1)   Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

(2)   Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

(3)   Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan / atau pencemaran nama baik.

(4)   Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan / atau pengancaman

Berkaitan dengan hal tersebut, lahirnya Undang-Undang tersebut menjadi penggiat dalam menggunakan media sosial, seharusnya punya trik atau cara cerdas, agar media sosial digunakan sebagaimana mestinya dan tidak melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku, sehingga masyarakat haus memiliki etika dalam  menggunakan media sosial supya tidak sembarangan berbicara yang bisa menyinggung dan menyakiti orang lain.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi sopan santun, tentunya bangsa Indonesia bisa menerapkan hal tersebut dalam menggunakan media sosial. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara pengguna internet dan media sosial terbesar di dunia sehingga penerapan etika / ketaatan hukum dalam masyarakat sangat dibutuhkan agar terhindar dari kejahatan di dunia maya. Oleh karena itu aparat penegak hukum, dalam hal ini yang berada di dalam lingkup wilayah kota makassar dan penegakan peraturan perundang-undangan harus segera menanggulangi kejahatan dalam media sosial dengan serius.

            Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian, yaitu : “ Anaisis Hukum Mengenai Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial.

 

B.     Rumusan Masalah

      Berdasarkan pemaparan pada bagian latar belakang dan identifikasi masalah, di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

  1. Bagaimana analisis hukum mengenai pencemaran nama baik di media sosial?
  2. Bagaimana sanksi hukum terhadap tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial?

C.    Manfaat Penelitian

      Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1.   Manfaat Teoritis

a.       Untuk kalangan mahasiswa, penulis mengharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan pengetahuan mengenai hukum tentang etika dalam menggunakan media sosial.

b.      Untuk peneliti lain, penulis berharap bahwa penelitian ini dapat  menambah wawasan dan referensi mengenai dunia hukum tentang UU ITE.

2.   Kegunaan Praktis

      Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi baru mengenai etika dan aturan menggunakan media sosial secara bijak dan tidak melanggar hukum.

 

 

 

 

 

Bab 2

Landasan Teori

A.    Pencemaran Nama Baik

Pencemaran nama baik juga dikenal sebagai penghinaan, yang pada dasarnya menyerang nama baik dan kehormatan seseorang yang tidak memiliki perasaan seksual sehingga orang tersebut merasa dirugikan. Kehormatan dan nama baik memiliki arti yang berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena menyerang kehormatan akan menghasilkan kehormatan dan reputasi berkabut, dengan cara yang sama menyerang nama baik akan menghasilkan reputasi dan reputasi seseorang menjadi terkontaminasi. Karena itu, menyerang salah satu kehormatan atau nama baik sudah cukup sebagai alasan untuk menuduh seseorang menghina.[1]

Nama baik adalah penilaian yang baik dalam opini umum tentang perilaku atau kepribadian seseorang dari sudut pandang moral. Nama baik seseorang selalu dilihat dari sudut pandang orang lain, yaitu : kebiasaan atau kepribadian yang baik, sehingga ukurannya ditentukan berdasarkan penilaian umum dalam masyarakat tertentu di mana tindakan itu dilakukan dan Konteks tindakan..

Penulis simpulkan bahwa pencemaran nama baik adalah suatu perbuatan menyerang kehormatan atau harga diri seseorang, sehingga mendapatkan penilaian buruk pada pandangan masyarakat secara luas.

B.     Media Sosial

Media Sosial (Social Media) adalah saluran atau sarana pergaulan sosial secara online di dunia maya (internet). Para pengguna (user) media sosial berkomunikasi, berinteraksi, saling kirim pesan, dan saling berbagi (sharing), dan membangun jaringan (networking). Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.[2]

Saat teknologi internet semakin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses facebook atau twitter atau instagram, tentunya bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita.

Dengan adanya perkembangan media sosial, disebabkan oleh semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media. Seorang pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan social media dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Kita sebagai pengguna media sosial dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai jenis konten lainnya.

 

 

 

 

 

 

Bab 3

Metodologi Penelitian

 

A.    Pendekatan Penelitian

           Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Socio-Legal. Metode sosio legal merupakan penelitian empiris dan pendekatan masalahnya melalui peraturan dan teori yang ada kemudian menghubungkannya dengan kenyataan atau fakta yang ada di lapangan (masyarakat).

           Menurut Sulistyowati Irianto, penelitian sosio legal merupakan kajian terhadap hukum dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum maupun ilmu sosial atau studi yang mereprentasi keterkaitan antara konteks di mana hukum berada.

B.     Sumber Data           

           Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu:

1.      Data primer bersumber atau diperoleh dari penelitian lapangan dengan cara melakukan interview atau wawancara.

2.      Data Sekunder

           Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yaitu sebagai berikut:

a.       Bahan Primer

      Bahan primer yaitu bahan-bahan yang berkekuatan hukum dan mengikat masyarakat terdiri dari berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan dan terkait dengan permasalahan penelitian, yaitu:

1)      Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

2)      Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

b.      Bahan Sekunder

      Bahan sekunder merupakan bahan hukum yang berhubungan erat dengan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder memuat jurnal hukum, hasil penelitian terkait, makalah, buku-buku karya dari para pakar hukum, naskah-naskah, serta  bahan  tulisan  lain  yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

c.       Bahan Tersier

      Bahan tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder atau bahan sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi penelitian ini.

 

 

 

Bab 4

Hasil dan Pembahasan

A.    Analisis Hukum Mengenai Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial

Setiap warga Negara Indonesia memiliki hak dalam menyampaikan pendapat secara bebas. Hal  tersebut diatur dalam Batang Tubuh UUD 1945 pasal 28 dan UU No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan dalam penyampaian pendapat di muka umum, kebebasan dalam berpendapat itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan hak untuk berkumpul, protes, dan menuntut akan adanya perubahan.[3]

Pada saat ini perkembangan teknologi di bidang informasi dan komunikasi sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut dimanfaatkan masyarakat dalam hal penyampaian informasi, berpendapat ataupun berekspresi akan keseharian mereka, namun, dalam penggunaannya diperlukan kehati-hatian, karena bisa saja pendapat dan informasi yang kita sebarkan berbenturan akan kehormatan dan kepentingan orang lain, hal tersebut dapat berakibat pada tindak pidana pencemaran nama baik.[4]

Kebebasan berkumpul dan kebebasan dalam menyampaikan pendapat diatur dalam dalam pasal 28, 28E, 28F UUD 1945. Pasal 28F menyatakan bahwa setiap individu berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi baik untuk kebutuhan pengembangan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya dan berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan informasi yang didapat melalui media elektronik.

Hak atas kebebasan dalam penggunaan media teknologi khususnya dalam hal informasi dan komunikasi dilakukan dengan mempertimbangkan Batasan-batasan yang telah diatur dalam UU dengan tujuan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan dari orang lain dan untuk memenuhi tuntutan atas petimbangan moral, norma-norma dalam masyarakat, nilai agama dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis

Dengan berkembangnya teknologi khususnya dalam hal informasi dan komunikasi, media sosial menjadi sarana bagi pelaku tindak kejahatan. Kemajuan informasi dan komunikasi menimbulkan dampak berupa perubahan mendasar dan luas dalam hal penyampaian informasi. Mengingat sekarang setiap orang bisa mengakses informasi sesuai dengan kemauan mereka dan tidak ada Batasan dalam menanggapi sebuah berita ataupun informasi yang didapat, oleh karena itu menyebabkan sering terjadinya tindak pidana pencemaran nama baik di sosial media atau media informasi dan komunikasi lainnya.

Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik merupakan Undang-Undang pertama yang didalamnya mengatur tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai salah satu produk legislasi yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi acuan yang meletakkan dasar pengaturannya di bidang pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik itu sendiri.[5]

Ujaran kebencian merupakan ucapan atau ekspresi yang bersifat verbal maupun nonverbal yang ditujukan untuk merendahkan seseorang, menindas atau melakukan publikasi atas kekerasan terhadap seseorang atas dasar keanggotaan atau keikutsertaan mereka dalam suatu kelompok organisasi sosial ataupun etnis, kebencian tersebut melibatkan lebih dari sekedar menunjukan bahwa anda tidak menyukai seseorang.[6]

Pencemaran nama baik melalui media sosial merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang ataupun oknum yang menyebarkan fitnah atau tuduhan yang tidak didasari dengan kebenaran akan tuduhan tersebut, baik berupa ucapan, foto, video, serta dapat menyerang kehormatan seseorang dan nama baik seseorang dan menimbulkan rasa malu bagi pihak yang ditujukan atas ujaran tersebut.

Dalam penyampaian pendapat tidak boleh dilakukan secara anarki. Yang dimaksud tindakan anarki adalah tindakan kekerasan yang dapat berupa pengrusakan fasilitas umum. Oleh karena itu, mengemukakan pendapat harus diatur dalam suatu peraturan yang mana didalamnya harus berisi mengenai batasan-batasan kesopanan dalam penyampaiannya dan berisi sanksi atau hukuman apabila melanggar ketentuan tersebut.

Pencemaran nama baik dan penghinaan hampir serupa, yaitu : keduanya memiliki kesamaan tekstual. Keduanya adalah tindakan kriminal yang subyektif dan penerbitan, yang berarti bahwa ada kegiatan yang menyinggung atau menyinggung harga diri dan nama baik seseorang tanpa sepengetahuan publik. Dalam pencemaran nama baik pidana dalam KUHP ada dalam bentuk penghinaan publik dan beberapa dalam bentuk penghinaan khusus.

Penghinaan khusus juga di luar KUHP. Ada 19 bentuk tindak pidana yang diatur dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008 dari Pasal 27 hingga Pasal 37. Kejahatan kejahatan khusus merupakan salah satu dari 19 bentuk kejahatan. Tindak pidana kejahatan tertentu diatur dalam Pasal 27 ayat (3), jika dilihat secara rinci, unsur- unsur berikut ada. Elemen objektif: (1) Tindakan untuk mendistribusikan, mengirim dan memfasilitasi akses. (2) Melawan hukum tanpa hak Anda, dan (3) Objeknya adalah informasi elektronik, yang memiliki masalah terkait dengan pencemaran nama baik.[7]

Tindakan mencemarkan kehormatan dan nama baik seseorang yang dilarang dalam hukum pidama. Mahkamah memberikan opini bahwa hukum pidana melindungi nama baik, martabat, atau kehormatan seseorang karena hal ini merupakan salah satu kepentingan hukum yang menjadi bagian dari hak konstitusional setiap orang yang dijamin oleh UUD 1945. Ataupun dengan hukum internasional, karena apabila perbuatan penyerangan nama baik, martabat atau kehormatan seseorang diberi sanksi pidana, hal tersebut tidaklah bertentangan dengan UUD 1945.

Berdasarkan dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaturan delik pencemaran dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan ketentuan HAM tidak dapat dilepaskan dari hak orang lain tentang hak sama dan kewajiban bagi tiap-tiap warga negara untuk menghormat hak orang lain, maka timbul lah keseimbangan antara memaknai dan melaksanakan HAM, maka peraturan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perlanggaran terhadap hak-hak individu warga Negara (pemohon).

Pasal 310 KUHP menjelaskan aturan pencemaran nama baik, yang dibagi menjadi 3 paragraf. Pada ayat (1), siapa pun yang melakukan serangan terhadap kehormatan atau nama baik seseorang ketika menuduh sesuatu yang terlihat jelas dimaksudkan untuk memberitahu publik, sehingga ia terancam oleh kontaminasi, dengan hukuman penjara maksimum. sembilan bulan atau denda maksimal tiga ratus rupiah. Selain itu, ayat (2) dalam dokumen ini menjelaskan bahwa jika tindakan tersebut dilakukan secara tertulis atau dalam gambar yang dipublikasikan di depan umum, orang yang telah menyebarkannya dinyatakan bersalah atas kontaminasi dan dapat dipenjara maksimal. satu tahun empat bulan atau denda maksimum tiga ratus rupiah.[8]

Jadi, dalam ayat (3) ini adalah kebalikannya. Jika tindakan tersebut dilakukan dengan jelas untuk kepentingan umum atau untuk membela diri, ditekankan bahwa tindakan tersebut tidak termasuk dalam kontaminasi atau dalam kontaminasi tertulis. Jika orang yang melakukan kejahatan diminta untuk memberikan bukti untuk memastikan kebenaran dengan apa yang dituduhkan, tetapi tidak membuktikannya dan tuduhan itu bertentangan dengan apa yang ia ketahui, kemudian dihukum karena pencemaran nama baik, untuk hukuman penjara maksimal empat tahun. Pernyataan ini diatur dalam Pasal 311 KUHP. Berdasarkan pasal sebelumnya, dapat disimpulkan kejahatan pencemaran nama baik dituntut dengan Pasal 310 ayat (1) KUHP.

B.     Sanksi Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial

Hukum pidana adalah hukum yang mengikat kepada suatu perbuatan tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai suatu akibat dari perbuatan yang ditimbulkan berupa perbuatan pidana.  Di dalam hukum pidana terdapat suatu perbedaan, yaitu hukum pidana itu sendiri yaitu didalamnya mengenal adanya suatu kesengajaan yang memberikan suatu sebab akibat berupa suatu penderitaan bagi pelaku nya dalam bentuk hukuman berupa hukuman kurungan, denda dan hukuman mati apabila tindak pidana yang dilakukan tergolong ke tindak pidana kelas berat. Upaya yang ditempuh pemerintah guna mengatasi tindak kejahatan tersebut adalah melalui beberapa bidang, yang diantaranya  adalah bidang politik, ekonomi, pendidikan dan beberapa bidang lainnya.[9]

Dalam mengatasi kejahatan melalui beberapa aspek tersebut diharapkan lebih berdampak ketimbang hanya menggunakan kebijakan yang memiliki keterbatasan akan kemampuan hukum pidana, yaitu sebab-sebab dari terjadinya suatu kejadian sangatlah kompleks, hukum pidana hanya merupakan bagian dari sarana kontrol sosial guna mengatasi kejahatan sebagai masalah utama dalam kehidupan bermasyarakat.[10]

Penggunaan hukum pidana itu sendiri dalam menanggulangi kejahatan hanya sebatas penanggulangan gejala dari kejahatan tersebut  sendiri. Dan atas perbuatan pidana tersebut, pelaku tindak pidana harus mendapat sanksi pidana yang berupa hukuman kurungan denda dan bahkan hukuman mati apabila perbuatan pidana yang dilakukan tergolong ke dalam tindak pidana berat. Dan dari ketiga sanksi tersebut hukum pidana juga masih dikatakan memiliki keterbatasan akan sanksi nya dalam memberikan efek jera bagi pelaku tindak kejahatan.

Walaupun terdapat beberapa kekurangan seperti pemaparan diatas, pidana dan pemidanaan itu sendiri tetap menarik karena begitu banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pidan itu sendiri. Dengan banyaknya pengaturan yang mengatur mengenai pidan itu sendiri, tetapi pengaturan utama atau pokok yang mengatur mengenai pidan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kebebasan berkumpul dan kebebasan dalam menyampaikan pendapat diatur dalam dalam pasal 28, 28E, 28F UUD 1945. Pasal 28F menyatakan bahwa setiap individu berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi baik untuk kebutuhan pengembangan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya dan berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan informasi yang didapat melalui media elektronik.

Penghinaan sudah lama menjadi bagian dari hukum pidana itu sendiri. Pada dasarnya sampai saat ini Indonesia masih mewarisi dan menggunakan sistem hukum Hindia Belanda. Pada dasarnya hukum penghinaan di Indonesia diatur menjadi dua kelompok, yaitu kelompok hukum pidana itu sendiri dan kelompok hukum perdata. Pencemaran nama baik yang dilakukan di media sosial sudah termasuk pada delik pidana. Dapat dijerat dengan pasal atas penghinaan individu dan atas penghinaan nama baik, sesuai dengan yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pelaku dari tindak pidana pencemaran nama baik menimbulkan kerugian moril dan materiil bagi salah satu pihak, dan atas dasar tersebut makan pelaku tindak pidana pencemaran nama baik dapat dipidana.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab 5

Kesimpulan dan Saran

 

  1. Kesimpulan

            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang peneliti peroleh dan uraikan, maka peneliti dapat menarik simpulan sebagai berikut:

1.      Pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 hingga Pasal 321 KUHP dan juga terhadap pencemaran nama baik di dalam media sosial diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008. Pencemaran Nama Baik adalah tindakan penyebaran informasi yang tidak benar dan umumnya dalam bentuk   fitnah   terhadap   seseorang   yang berdampak buruk pada orang tersebut. Dengan demikian, mengenai hak dan kebebasan melalui penggunaan dan pemanfaatan teknologi itu sendiri harus dilakukan dengan mempertimbangkan pembatasan dari ketentuan Undang-Undang dan memperhatikan kepentingan orang dalam penyampaian pendapar di media sosial.

2.      Undang-Undang ini diharapkan agar dapat menjamin pengakuan dan penghormatan dari setiap warga negaea atas Batasan terhadap kebebasan dalam berekspresi di media sosial agar tidak merugikan individu tertentu ataupun kelompok dan organisasi tertentu.

3.      Sanksi pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik telah ditetapkan dalam KUHP terutama dalam pasal 310 ayat (1) yang dimana didalamnya berisikan ketentuan hukum bagi para pelaku tindak pidana pencemaran nama baik, hukumannya berupa kurungan penjara selama 9 bulan dan denda yang harus dibayarkan sebesar empat ribu lima ratus rupiah. Dan jika tindak pidana pencemaran nama baik tersebut dilakukan di media sosial maka dapat dituntut melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 45 ayat (3) dengan ancaman kurungan selama 6 tahun penjara dan denda sebesar satu miliar rupiah.

  1. Saran

1.      Sebagai masyarakat, sudah seharusnya berhati-hati dalam menggunakan media sosial agar tidak menyampaikan konten-konten yang berbau fitnah dan SARA.

2.      Seharusnya masyarakat menggunakan media sosial untuk hal-hal positif, misalnya untuk menyampaikan konten dakwah, konten pendidikan, jual beli produk halal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

 

 

 

 

 

 

 

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, (Jakarta: Kencana, 2008).

Bungin, B. (2018). Komunikasi Politik Pencitraan. Jakarta: Prenada Media.

Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw-Tinjauan Aspek Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2012).

Kasiyanto, A. (2018). Teori dan Praktik Sistem Peradilan Terpadu di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.

Nurdiaman, A. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan Kecakapan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Pribumi Mekar.

Simarmata, J. (2019). Hoaks dan Media Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Suhariyanto, B. (2014). Tindak Pidana Teknologi Informasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Bungin, B. (2018). Komunikasi Politik Pencitraan. Jakarta: Prenada Media.

 

[2] Simarmata, J. (2019). Hoaks dan Media Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 76

 

[3] Nurdiaman, A. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan Kecakapan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Pribumi Mekar, hlm 54

[4] Suhariyanto, B. (2014). Tindak Pidana Teknologi Informasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 23

 

[5] Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw-Tinjauan Aspek Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2012), hlm 61

 

[6] Suhariyanto, B. (2014). Tindak Pidana Teknologi Informasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 26

 

[7] Suhariyanto, B. (2014). Tindak Pidana Teknologi Informasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 27

 

[8] Suhariyanto, B. (2014). Tindak Pidana Teknologi Informasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 29

 

[9] Kasiyanto, A. (2018). Teori dan Praktik Sistem Peradilan Terpadu di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, hlm 4

[10] Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 48

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar