ABSTRACT
This
study aims to find out how to analyze the law regarding defamation through
social media, and how the criminal law sanctions against defamation through
social media. This study uses normative juridical research, where the author
only studies the rule of law based on the facts of cases that occur related to
defamation. The data in this study are secondary data sourced from various
books, journals, research reports, or case reports obtained both through print
and online media. The research findings show that defamation is regulated in
Article 310 to Article 321 of the Criminal Code and also defamation on social
media is regulated in Article 27 paragraph (3) of Law no. 11 of 2008.
Defamation is the act of spreading untrue information and generally in the form
of defamation of someone which has a bad impact on others, so that the person
who is defaced, then he can complain about defamation and the person who
contaminates it can sentenced to imprisonment and fines as in the regulations
of the ITE Law (Electronic Information and Transactions)
Keywords: Pollution, Reputation,
Social Media
ABSTRAK
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana analisa hukum mengenai pencemaran nama
baik melalui media sosial, dan bagaimana sanksi hukum pidana terhadap
pencemaran nama baik melalui media sosial. Penelitian ini menggunakan
penelitian yuridis normatif, dimana penulis hanya mempelajari aturan hukum
berdasarkan fakta-fakta kasus yang terjadi berkaitan dengan pencemaran nama
baik. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari
berbagai buku, jurnal, laporan penelitian, atau berita kasus yang diperoleh
baik melalui media cetak maupun online. Temuan penelitian menunjukkan bahwa
pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 hingga Pasal 321 KUHP dan juga
terhadap pencemaran nama baik di media sosial diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU
No. 11 tahun 2008. Pencemaran nama baik adalah tindakan menyebarkan informasi
yang tidak benar dan umumnya dalam bentuk pencemaran nama baik dari seseorang yang
berdampak buruk pada orang lain, sehingga orang yang dirusak nama baiknya, maka
dia dapat mengeluh tentang pencemaran nama baik dan orang yang mengkontaminasi
dapat dihukum dengan hukuman penjara dan denda seperti dalam peraturan
Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
Kata kunci: Pencemaran, Reputasi, Media Sosial
Bab 1
Pendahuluan
A.
Latarbelakang Masalah
Teknologi
komunikasi dan informasi melalui media sosial dirasakan berkembang secara luar
biasa. Internet bisa dikatakan sebagai tongkak dari penemuan terbesar perangkat
teknologi komunikasi dan informasi yang memberikan dampak terbesar bagi
manusia. Situasi kekinian bisa dikatakan masyarakat tidak bisa terlepas dari
ketergantungan perangkat pada teknologi. Namun, titik pandang kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi tidak hanya tertumpu pada kehadiran
perangkat komunikasi yang semakin canggih, melainkan juga memberikan pengaruh
pada kultur yang terjadi di tengah masyarakat.
Perkembangan teknologi
informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan
sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi
saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi
peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia..
Internet telah meghadirkan
realitas kehidupan baru kepada umat manusia. Internet telah mengubah jarak dan
waktu menjadi tidak terbatas. Dengan medium internet orang dapat melakukan
berbagai aktivitas yang dalam dunia nyata (real) sulit dilakukan, karena
terpisah oleh jarak dan waktu. Suatu realitas yang berjarak berkilo-kilo meter
dari tempat kita berada, dengan medium internet dapat dihadirkan di hadapan
kita. Ketika teknologi internet semakin maju maka media sosial pun ikut
membangun dengan pesat.
Untuk mencapai tujuan dan
cita-cita bangsa, teknologi informasi memegang peranan yang penting, baik di
masa kini maupun masa yang akan datang. Teknologi informasi diyakini membawa
keuntungan dan kepentingan yang besar bagi negara. Di era globalisasi saat ini
teknologi yang sangat berkembang adalah teknologi internet.
Pengembangan dan
penggunaan perangkat teknis yang dapat membantu semua bentuk aktivitas manusia
dalam bidang hiburan, pendidikan, perdagangan, pemerintahan dan komunikasi, itu
merupakan hal yang wajar. Kemajuan teknologi informasi sekarang dan kemungkinan
di masa yang akan datang tidak lepas dari dorongan yang dilakukan oleh
perkembangan teknologi komunikasi dan teknologi komputer, sedangkan teknologi
komputer dan telekomunikasi
didorong
oleh teknologi mikro elektronika, material, dan perangkat lunak. Perpaduan
teknologi komunikasi dan komputer melahirkan internet yang menjadi tulang
punggung teknologi informasi.
Perkembangan internet di
Indonesia memang seperti tidak terduga sebelumnya. Beberapa tahun yang lalu,
internet hanya dikenal oleh sebagian kecil orang yang mempunyai minat di bidang
komputer. Namun, dalam tahun- tahun terakhir ini penggunaan jasa internet
meningkat secara sangat pesat, meski ada pendapat yang menyatakan bahwa
kebanyakan penggunaan intenet di Indonesia baru sebatas untuk hiburan dan
percobaan.
Pada negara demokrasi, keharusan masyarakat dalam keterbukaan informasi semakin besar. Pada masa
sekarang kemajuan teknologi informasi media elektronika dan globalisasi terjadi
hampir disemua bidang kehidupan. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan
munculnya internet dapat dioperasikan dengan menggunakan media elektronik
seperti komputer. Komputer merupakan salah satu penyebab munculnya perubahan
sosial pada masyarakat, yaitu mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan
manusia lainnya, yang terus menjalar kebagian lain dari sisi kehidupan manusia,
sehingga muncul adanya norma baru, nilai-nilai baru, dan sebagainya.
Melalui internet pertukaran
informasi dapat dilakukan secara cepat, tepat serta dengan biaya yang murah.
Oleh karena itulah internet dapat menjadi media yang memudahkan seseorang untuk
melakukan berbagai jenis tindak pidana yang berbasiskan teknologi informasi (cybercrime) seperti, tindak pidana
pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, pembobolan rekening.
Internet telah meghadirkan
realitas kehidupan baru kepada umat manusia. Internet telah mengubah jarak dan
waktu menjadi tidak terbatas. Dengan medium internet orang dapat melakukan
berbagai aktivitas yang dalam dunia nyata (real) sulit dilakukan, karena
terpisah oleh jarak dan waktu. Suatu realitas yang berjarak berkilo-kilo meter
dari tempat kita berada, dengan medium internet dapat dihadirkan di hadapan
kita. Ketika teknologi internet semakin maju maka media sosial pun ikut
membangun dengan pesat.
Pemanfaatan atau
penyalahgunaan teknologi bukan hanya merupakan sebuah bentuk utama aktifitas
manusia tetapi juga merupakan cara beraktifitas dalam bidang apapun. Sejak
diakuinya pernyataan bahwa aktifitas manusia dalam berbagai bentuknya yang
telah menyebabkan kemunculan dan aplikasi hukum atau pembuatan beberapa standar
untuk mengatur aktifitas tersebut, nampak jelas bahwa teknologi juga harus
dibuka agar dapat diatur oleh hukum.
Saat ini dapat dikatakan
bahwa media internet di Indonesia tidak ubahnya seperti rimba raya yang tidak
mempunyai aturan hukum, seseorang dapat saja menghujat, menghina, mencaci maki
dan merusak nama baik pihak lain tanpa takut akan adanya tindakan hukum. Maka
baru-baru ini pemerintah Indonesia telah membuat dan menetapkan peraturan hukum
yang mengatur tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik dalam suatu bentuk
peraturan perundang- undangan, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Media sosial atau dalam bahasa inggris “Social Media” menurut tata bahasa, terdiri dari kata “Social” yang memiliki arti kemasyarakatan atau sebuah interaksi dan “Media” adalah sebuah wadah atau tempat sosial itu sendiri. Media sosial adalah sejenis media yang digunakan sebagai sarana bebas berekspresi dan mengeluarkan pendapat secara terus- menerus. Sementara itu, jaringan sosial merupakan laman di mana orang boleh membuat laman web (akun) secara pribadi, kemudian berhubungan dan berkomunikasi dengan orang-orang. Jaringan sosial terbesar yang sering di gunakan oleh netizenship (Pengguna media sosial) antara lain Facebook, Twitter, Instagram, Line, Path dan myspace. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media penyiaran, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang berminat untuk berekspresi secara terbuka di dunia maya.
Dengan
perkembangan
media social yang semaki pesat,
sehingga semua orang diperbolehkan memiliki akun
media sosial sendiri. Oleh karena itu,
seorang
pengguna media sosial boleh mengakses menggunakan media sosial dengan rangkaian
internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa bayaran besar, tanpa alat
mahal dan dilakukan sendiri tanpa pekerja. Pengguna media sosial dengan bebas
bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis,
dan berbagai model content lainnya.
Dalam
penggunaannya, media sosial digunakan oleh masyarakat sebagai media untuk
mencari infomasi dan juga sebagai media untuk belajar, namun seiring
perkembangannya penggunaan media sosial tidak hanya digunakan sebagai sarana
untuk memperoleh informasi yang bermanfaat, tetapi juga digunakan sebagai media
untuk melakukan kejahatan di dunia maya.
Hal inilah yang kemudian
melandasi permasalahan mengapa perlu untuk belajar atau tidak mengetahui etika
dalam berinternet. Hal ini perlu guna mencegah efek samping dari ber-media
sosial yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Masalah utama adalah kejahatan
masyarakat pengguna media sosial. Hal inilah yang menjadi dasar pemerintah
perlu mendukung pengembangan teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum
dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi
Kemerdekaan berbicara,
berekspresi dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia. Dalam negara
demokrasi yang kini menjadi pilihan Indonesia, hak tersebut harus dijamin.
Ketetapan untuk itu telah ditempuh negara ini lewat TAP MPR No.XVII tentang Hak
Asasi Manusia yang selanjutnya dikukuhkan oleh Konstitusi Republik Indonesia
melalui amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen terhadap UUD 1945 yang
menyangkut jaminan terhadap kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan kemudian
kemerdekaan pers tertuang dalam Pasal 28 E ayat (2) UUD NRI 1945 yang
menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.
Hal inilah yang mendasari adanya permasalahan mengenai perlunya untuk
belajar dan mengetahui etika dalam berinternet. Hal ini perlu guna mencegah
efek samping dari ber-media sosial yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Masalah utama adalah kejahatan masyarakat pengguna media sosial. Hal inilah
yang menjadi dasar pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi Informasi
melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi
informasi dilakukan secara aman untuk mencegah
penyalahgunaanya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya
masyarakat indonesia. Oleh karena itu,pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.
11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara
Tahun 2008 Nomor 58), yang untuk selanjutnya disebut UU ITE, muncul di masanya
dengan mendeklarasikan dirinya sebagai rezim hukum baru. UU ini digadang-gadang
dapat menjadi penanggulang permasalahan yang timbul dari transaksi dan
informasi elektronik, termasuk salah satunya informasi elektronik yang
mengandung konten yang mencemarkan nama baik orang lain. Sebelum lahirnya UU
ITE, aturan hukum tentang pencemaran nama baik diatur dalam Bab II, VIII, dan
XVI Buku Kedua KUHP.
Pada Pasal 27 Undang-Undang ITE No 11 Tahun 2008, BAB VII
tentang Perbuatan Yang Dilarang, menyebutkan
bahwa
:
(1) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan /
atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan / atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian.
(3) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan /
atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan / atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan / atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan /
atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan / atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan / atau pengancaman
Berkaitan dengan
hal tersebut, lahirnya Undang-Undang tersebut menjadi penggiat dalam
menggunakan media sosial, seharusnya punya trik atau cara cerdas, agar media
sosial digunakan sebagaimana mestinya dan tidak melanggar aturan-aturan hukum
yang berlaku, sehingga masyarakat haus
memiliki etika dalam menggunakan media sosial supya tidak sembarangan berbicara yang bisa menyinggung dan
menyakiti orang lain.
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi sopan santun,
tentunya bangsa Indonesia bisa menerapkan hal
tersebut dalam menggunakan media sosial. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan salah
satu negara pengguna internet dan media sosial terbesar di dunia sehingga
penerapan etika / ketaatan hukum dalam masyarakat sangat dibutuhkan agar
terhindar dari kejahatan di dunia maya. Oleh karena itu aparat penegak hukum, dalam hal ini
yang berada di dalam lingkup wilayah kota makassar dan penegakan peraturan
perundang-undangan harus segera menanggulangi kejahatan dalam media sosial
dengan serius.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian, yaitu : “ Anaisis Hukum Mengenai Pencemaran Nama
Baik Melalui Media Sosial.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada bagian latar
belakang dan identifikasi masalah, di atas, maka masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
- Bagaimana
analisis hukum mengenai pencemaran nama baik di media sosial?
- Bagaimana
sanksi hukum terhadap tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial?
C.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk kalangan mahasiswa, penulis mengharapkan hasil
penelitian ini mampu memberikan pengetahuan mengenai hukum tentang etika dalam
menggunakan media sosial.
b. Untuk peneliti lain, penulis berharap bahwa
penelitian ini dapat menambah wawasan
dan referensi mengenai dunia hukum tentang UU ITE.
2. Kegunaan Praktis
Bagi penulis, penelitian ini diharapkan
dapat menambah informasi baru mengenai etika dan aturan menggunakan media
sosial secara bijak dan tidak melanggar hukum.
Bab 2
Landasan Teori
A.
Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik juga dikenal sebagai
penghinaan, yang pada dasarnya menyerang nama baik dan kehormatan seseorang
yang tidak memiliki perasaan seksual sehingga orang tersebut merasa dirugikan.
Kehormatan dan nama baik memiliki arti yang berbeda, tetapi keduanya tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, karena menyerang kehormatan akan menghasilkan
kehormatan dan reputasi berkabut, dengan cara yang sama menyerang nama baik akan
menghasilkan reputasi dan reputasi seseorang menjadi terkontaminasi. Karena
itu, menyerang salah satu kehormatan atau nama baik sudah cukup sebagai alasan
untuk menuduh seseorang menghina.[1]
Nama baik adalah penilaian yang baik dalam opini
umum tentang perilaku atau kepribadian seseorang dari sudut pandang moral. Nama
baik seseorang selalu dilihat dari sudut pandang orang lain, yaitu : kebiasaan
atau kepribadian yang baik, sehingga ukurannya ditentukan berdasarkan penilaian
umum dalam masyarakat tertentu di mana tindakan itu dilakukan dan Konteks
tindakan..
Penulis simpulkan bahwa pencemaran nama baik adalah
suatu perbuatan menyerang kehormatan atau harga diri seseorang, sehingga
mendapatkan penilaian buruk pada pandangan masyarakat secara luas.
B.
Media Sosial
Media Sosial (Social Media) adalah saluran atau
sarana pergaulan sosial secara online di dunia maya (internet). Para pengguna
(user) media sosial berkomunikasi, berinteraksi, saling kirim pesan, dan saling
berbagi (sharing), dan membangun jaringan (networking). Pendapat lain
mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang mendukung interaksi
sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah
komunikasi menjadi dialog interaktif.[2]
Saat teknologi internet semakin maju maka media
sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses facebook atau twitter
atau instagram, tentunya bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan
menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media
sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak
hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya
media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional
dalam menyebarkan berita-berita.
Dengan adanya perkembangan media sosial, disebabkan
oleh semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media
tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan
tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media. Seorang pengguna media
sosial bisa mengakses menggunakan social media dengan jaringan internet bahkan
yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan
dilakukan sendiri tanpa karyawan. Kita sebagai pengguna media sosial dengan bebas
bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis,
dan berbagai jenis konten lainnya.
Bab
3
Metodologi
Penelitian
A.
Pendekatan Penelitian
Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan Socio-Legal. Metode sosio legal merupakan
penelitian empiris dan pendekatan masalahnya melalui peraturan dan teori yang ada kemudian
menghubungkannya dengan kenyataan atau fakta yang ada di lapangan (masyarakat).
Menurut Sulistyowati
Irianto, penelitian sosio legal merupakan kajian terhadap hukum dengan
menggunakan pendekatan ilmu hukum maupun ilmu sosial atau studi yang
mereprentasi keterkaitan antara konteks di mana hukum berada.
B.
Sumber Data
Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu:
1.
Data primer bersumber atau diperoleh dari
penelitian lapangan dengan cara melakukan interview atau wawancara.
2.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data
yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. Data sekunder terdiri dari 3 (tiga)
bahan hukum yaitu sebagai berikut:
a.
Bahan Primer
Bahan primer yaitu
bahan-bahan yang berkekuatan hukum dan mengikat masyarakat terdiri dari
berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan dan terkait dengan
permasalahan penelitian, yaitu:
1)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
2)
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
b.
Bahan Sekunder
Bahan sekunder merupakan
bahan hukum yang berhubungan erat dengan bahan hukum primer. Bahan hukum
sekunder memuat jurnal hukum, hasil penelitian terkait, makalah, buku-buku
karya dari para pakar hukum, naskah-naskah, serta bahan
tulisan lain yang ada kaitannya dengan masalah yang
diteliti.
c.
Bahan Tersier
Bahan tersier yaitu
bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder atau bahan sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan
dan dapat dipergunakan untuk melengkapi penelitian ini.
Bab 4
Hasil dan
Pembahasan
A.
Analisis Hukum Mengenai Pencemaran Nama Baik Di
Media Sosial
Setiap warga Negara Indonesia memiliki hak dalam
menyampaikan pendapat secara bebas. Hal
tersebut diatur dalam Batang Tubuh UUD 1945 pasal 28 dan UU No. 9 Tahun
1998 Tentang Kemerdekaan dalam penyampaian pendapat di muka umum, kebebasan
dalam berpendapat itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan hak untuk
berkumpul, protes, dan menuntut akan adanya perubahan.[3]
Pada saat ini perkembangan teknologi di bidang
informasi dan komunikasi sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut
dimanfaatkan masyarakat dalam hal penyampaian informasi, berpendapat ataupun
berekspresi akan keseharian mereka, namun, dalam penggunaannya diperlukan
kehati-hatian, karena bisa saja pendapat dan informasi yang kita sebarkan
berbenturan akan kehormatan dan kepentingan orang lain, hal tersebut dapat
berakibat pada tindak pidana pencemaran nama baik.[4]
Kebebasan berkumpul dan kebebasan dalam menyampaikan
pendapat diatur dalam dalam pasal 28, 28E, 28F UUD 1945. Pasal 28F menyatakan
bahwa setiap individu berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi baik
untuk kebutuhan pengembangan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya dan
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan informasi yang didapat
melalui media elektronik.
Hak atas kebebasan dalam penggunaan media teknologi
khususnya dalam hal informasi dan komunikasi dilakukan dengan mempertimbangkan
Batasan-batasan yang telah diatur dalam UU dengan tujuan untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan dari orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan atas petimbangan moral, norma-norma dalam masyarakat, nilai
agama dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis
Dengan berkembangnya teknologi khususnya dalam hal
informasi dan komunikasi, media sosial menjadi sarana bagi pelaku tindak
kejahatan. Kemajuan informasi dan komunikasi menimbulkan dampak berupa
perubahan mendasar dan luas dalam hal penyampaian informasi. Mengingat sekarang
setiap orang bisa mengakses informasi sesuai dengan kemauan mereka dan tidak
ada Batasan dalam menanggapi sebuah berita ataupun informasi yang didapat, oleh
karena itu menyebabkan sering terjadinya tindak pidana pencemaran nama baik di
sosial media atau media informasi dan komunikasi lainnya.
Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi elektronik merupakan Undang-Undang pertama yang didalamnya mengatur
tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai salah satu produk legislasi
yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi acuan yang meletakkan dasar
pengaturannya di bidang pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik itu
sendiri.[5]
Ujaran kebencian merupakan ucapan atau ekspresi yang
bersifat verbal maupun nonverbal yang ditujukan untuk merendahkan seseorang,
menindas atau melakukan publikasi atas kekerasan terhadap seseorang atas dasar
keanggotaan atau keikutsertaan mereka dalam suatu kelompok organisasi sosial
ataupun etnis, kebencian tersebut melibatkan lebih dari sekedar menunjukan
bahwa anda tidak menyukai seseorang.[6]
Pencemaran nama baik melalui media sosial merupakan
tindakan yang dilakukan oleh seseorang ataupun oknum yang menyebarkan fitnah
atau tuduhan yang tidak didasari dengan kebenaran akan tuduhan tersebut, baik
berupa ucapan, foto, video, serta dapat menyerang kehormatan seseorang dan nama
baik seseorang dan menimbulkan rasa malu bagi pihak yang ditujukan atas ujaran
tersebut.
Dalam penyampaian pendapat tidak boleh dilakukan
secara anarki. Yang dimaksud tindakan anarki adalah tindakan kekerasan yang
dapat berupa pengrusakan fasilitas umum. Oleh karena itu, mengemukakan pendapat
harus diatur dalam suatu peraturan yang mana didalamnya harus berisi mengenai
batasan-batasan kesopanan dalam penyampaiannya dan berisi sanksi atau hukuman
apabila melanggar ketentuan tersebut.
Pencemaran nama baik dan penghinaan hampir serupa,
yaitu : keduanya memiliki kesamaan tekstual. Keduanya adalah tindakan kriminal
yang subyektif dan penerbitan, yang berarti bahwa ada kegiatan yang menyinggung
atau menyinggung harga diri dan nama baik seseorang tanpa sepengetahuan publik.
Dalam pencemaran nama baik pidana dalam KUHP ada dalam bentuk penghinaan publik
dan beberapa dalam bentuk penghinaan khusus.
Penghinaan khusus juga di luar KUHP. Ada 19 bentuk
tindak pidana yang diatur dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008 dari Pasal 27 hingga
Pasal 37. Kejahatan kejahatan khusus merupakan salah satu dari 19 bentuk
kejahatan. Tindak pidana kejahatan tertentu diatur dalam Pasal 27 ayat (3),
jika dilihat secara rinci, unsur- unsur berikut ada. Elemen objektif: (1)
Tindakan untuk mendistribusikan, mengirim dan memfasilitasi akses. (2) Melawan
hukum tanpa hak Anda, dan (3) Objeknya adalah informasi elektronik, yang
memiliki masalah terkait dengan pencemaran nama baik.[7]
Tindakan mencemarkan kehormatan dan nama baik
seseorang yang dilarang dalam hukum pidama. Mahkamah memberikan opini bahwa
hukum pidana melindungi nama baik, martabat, atau kehormatan seseorang karena
hal ini merupakan salah satu kepentingan hukum yang menjadi bagian dari hak
konstitusional setiap orang yang dijamin oleh UUD 1945. Ataupun dengan hukum
internasional, karena apabila perbuatan penyerangan nama baik, martabat atau
kehormatan seseorang diberi sanksi pidana, hal tersebut tidaklah bertentangan
dengan UUD 1945.
Berdasarkan dari pemaparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengaturan delik pencemaran dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE
dengan ketentuan HAM tidak dapat dilepaskan dari hak orang lain tentang hak
sama dan kewajiban bagi tiap-tiap warga negara untuk menghormat hak orang lain,
maka timbul lah keseimbangan antara memaknai dan melaksanakan HAM, maka
peraturan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perlanggaran terhadap
hak-hak individu warga Negara (pemohon).
Pasal 310 KUHP menjelaskan aturan pencemaran nama
baik, yang dibagi menjadi 3 paragraf. Pada ayat (1), siapa pun yang melakukan
serangan terhadap kehormatan atau nama baik seseorang ketika menuduh sesuatu
yang terlihat jelas dimaksudkan untuk memberitahu publik, sehingga ia terancam
oleh kontaminasi, dengan hukuman penjara maksimum. sembilan bulan atau denda
maksimal tiga ratus rupiah. Selain itu, ayat (2) dalam dokumen ini menjelaskan
bahwa jika tindakan tersebut dilakukan secara tertulis atau dalam gambar yang dipublikasikan
di depan umum, orang yang telah menyebarkannya dinyatakan bersalah atas
kontaminasi dan dapat dipenjara maksimal. satu tahun empat bulan atau denda
maksimum tiga ratus rupiah.[8]
Jadi, dalam ayat (3) ini adalah kebalikannya. Jika
tindakan tersebut dilakukan dengan jelas untuk kepentingan umum atau untuk
membela diri, ditekankan bahwa tindakan tersebut tidak termasuk dalam
kontaminasi atau dalam kontaminasi tertulis. Jika orang yang melakukan
kejahatan diminta untuk memberikan bukti untuk memastikan kebenaran dengan apa
yang dituduhkan, tetapi tidak membuktikannya dan tuduhan itu bertentangan
dengan apa yang ia ketahui, kemudian dihukum karena pencemaran nama baik, untuk
hukuman penjara maksimal empat tahun. Pernyataan ini diatur dalam Pasal 311
KUHP. Berdasarkan pasal sebelumnya, dapat disimpulkan kejahatan pencemaran nama
baik dituntut dengan Pasal 310 ayat (1) KUHP.
B.
Sanksi Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama
Baik Di Media Sosial
Hukum pidana adalah hukum yang mengikat kepada suatu
perbuatan tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai suatu akibat
dari perbuatan yang ditimbulkan berupa perbuatan pidana. Di dalam hukum pidana terdapat suatu perbedaan,
yaitu hukum pidana itu sendiri yaitu didalamnya mengenal adanya suatu
kesengajaan yang memberikan suatu sebab akibat berupa suatu penderitaan bagi
pelaku nya dalam bentuk hukuman berupa hukuman kurungan, denda dan hukuman mati
apabila tindak pidana yang dilakukan tergolong ke tindak pidana kelas berat.
Upaya yang ditempuh pemerintah guna mengatasi tindak kejahatan tersebut adalah
melalui beberapa bidang, yang diantaranya
adalah bidang politik, ekonomi, pendidikan dan beberapa bidang lainnya.[9]
Dalam mengatasi kejahatan melalui beberapa aspek
tersebut diharapkan lebih berdampak ketimbang hanya menggunakan kebijakan yang
memiliki keterbatasan akan kemampuan hukum pidana, yaitu sebab-sebab dari
terjadinya suatu kejadian sangatlah kompleks, hukum pidana hanya merupakan
bagian dari sarana kontrol sosial guna mengatasi kejahatan sebagai masalah
utama dalam kehidupan bermasyarakat.[10]
Penggunaan hukum pidana itu sendiri dalam
menanggulangi kejahatan hanya sebatas penanggulangan gejala dari kejahatan tersebut sendiri. Dan atas perbuatan pidana tersebut,
pelaku tindak pidana harus mendapat sanksi pidana yang berupa hukuman kurungan
denda dan bahkan hukuman mati apabila perbuatan pidana yang dilakukan tergolong
ke dalam tindak pidana berat. Dan dari ketiga sanksi tersebut hukum pidana juga
masih dikatakan memiliki keterbatasan akan sanksi nya dalam memberikan efek jera
bagi pelaku tindak kejahatan.
Walaupun terdapat beberapa kekurangan seperti
pemaparan diatas, pidana dan pemidanaan itu sendiri tetap menarik karena begitu
banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pidan itu sendiri.
Dengan banyaknya pengaturan yang mengatur mengenai pidan itu sendiri, tetapi
pengaturan utama atau pokok yang mengatur mengenai pidan adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kebebasan berkumpul dan kebebasan dalam menyampaikan
pendapat diatur dalam dalam pasal 28, 28E, 28F UUD 1945. Pasal 28F menyatakan
bahwa setiap individu berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi baik
untuk kebutuhan pengembangan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya dan
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan informasi yang didapat
melalui media elektronik.
Penghinaan sudah lama menjadi bagian dari hukum
pidana itu sendiri. Pada dasarnya sampai saat ini Indonesia masih mewarisi dan
menggunakan sistem hukum Hindia Belanda. Pada dasarnya hukum penghinaan di
Indonesia diatur menjadi dua kelompok, yaitu kelompok hukum pidana itu sendiri
dan kelompok hukum perdata. Pencemaran nama baik yang dilakukan di media sosial
sudah termasuk pada delik pidana. Dapat dijerat dengan pasal atas penghinaan
individu dan atas penghinaan nama baik, sesuai dengan yang tertuang dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Pelaku dari tindak pidana pencemaran nama baik
menimbulkan kerugian moril dan materiil bagi salah satu pihak, dan atas dasar
tersebut makan pelaku tindak pidana pencemaran nama baik dapat dipidana.
Bab 5
Kesimpulan dan
Saran
- Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang peneliti peroleh dan uraikan, maka peneliti dapat menarik
simpulan sebagai berikut:
1. Pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 hingga
Pasal 321 KUHP dan juga terhadap pencemaran nama baik di dalam media sosial
diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008. Pencemaran Nama Baik
adalah tindakan penyebaran informasi yang tidak benar dan umumnya dalam
bentuk fitnah terhadap
seseorang yang berdampak buruk
pada orang tersebut. Dengan demikian, mengenai hak dan kebebasan melalui
penggunaan dan pemanfaatan teknologi itu sendiri harus dilakukan dengan
mempertimbangkan pembatasan dari ketentuan Undang-Undang dan memperhatikan
kepentingan orang dalam penyampaian pendapar di media sosial.
2. Undang-Undang ini diharapkan agar dapat menjamin
pengakuan dan penghormatan dari setiap warga negaea atas Batasan terhadap
kebebasan dalam berekspresi di media sosial agar tidak merugikan individu
tertentu ataupun kelompok dan organisasi tertentu.
3. Sanksi pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama
baik telah ditetapkan dalam KUHP terutama dalam pasal 310 ayat (1) yang dimana
didalamnya berisikan ketentuan hukum bagi para pelaku tindak pidana pencemaran
nama baik, hukumannya berupa kurungan penjara selama 9 bulan dan denda yang
harus dibayarkan sebesar empat ribu lima ratus rupiah. Dan jika tindak pidana
pencemaran nama baik tersebut dilakukan di media sosial maka dapat dituntut
melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik pada pasal 45 ayat (3) dengan ancaman kurungan selama 6 tahun
penjara dan denda sebesar satu miliar rupiah.
- Saran
1. Sebagai masyarakat, sudah seharusnya berhati-hati
dalam menggunakan media sosial agar tidak menyampaikan konten-konten yang
berbau fitnah dan SARA.
2. Seharusnya masyarakat menggunakan media sosial untuk
hal-hal positif, misalnya untuk menyampaikan konten dakwah, konten pendidikan,
jual beli produk halal.
Daftar Pustaka
Barda Nawawi
Arief, Kebijakan Hukum Pidana
Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, (Jakarta: Kencana, 2008).
Bungin, B.
(2018). Komunikasi Politik Pencitraan.
Jakarta: Prenada Media.
Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw-Tinjauan
Aspek Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2012).
Kasiyanto, A.
(2018). Teori dan Praktik Sistem
Peradilan Terpadu di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.
Nurdiaman, A.
(2007). Pendidikan Kewarganegaraan
Kecakapan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Pribumi Mekar.
Simarmata, J.
(2019). Hoaks dan Media Sosial. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Suhariyanto, B.
(2014). Tindak Pidana Teknologi Informasi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[1] Bungin, B.
(2018). Komunikasi Politik Pencitraan.
Jakarta: Prenada Media.
[2] Simarmata,
J. (2019). Hoaks dan Media Sosial. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, hlm 76
[3] Nurdiaman,
A. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan Kecakapan
Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Pribumi Mekar, hlm 54
[4] Suhariyanto,
B. (2014). Tindak Pidana Teknologi
Informasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 23
[5] Josua
Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes,
Cyberlaw-Tinjauan Aspek Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2012), hlm 61
[6] Suhariyanto,
B. (2014). Tindak Pidana Teknologi
Informasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 26
[7] Suhariyanto,
B. (2014). Tindak Pidana Teknologi
Informasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 27
[8] Suhariyanto,
B. (2014). Tindak Pidana Teknologi
Informasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 29
[9] Kasiyanto,
A. (2018). Teori dan Praktik Sistem
Peradilan Terpadu di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, hlm 4
[10] Barda
Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar